Kelongsong juga belum dikenal. Karena itu bentuk 'kamar’ didalam bedil waktu itu juga lain. Fungsi pelatuk juga lain.
(Baca juga: Kesulitan Perbaiki Jet Tempur Kiriman Isreal, Para Teknisi TNI AU Terpaksa Gunakan Kepala Kerbau)
Fungsi pelatuk waktu itu adalah untuk memindahkan sumbu yang menyala, ke lobang kamar yang berisi obat mesiu. Jadi pelatuk tersebut meompunyai per khusus yang dihubungkan dengan besi penjepit disamping.
Pada penjepit iiri dijepitkan sumbu api. Sedang sumbu itu yang cukup panjang, dipegang dengan tangan kiri penembaknya.
Anak peluru waktu itu masih berupa keleleng besi. Kalau lobang laras 2 ½ cm berarti anak pelurunya sudah cukup besar. Karena masih belum dikenal cartridge berarti seorang penembak selalu menyimpan anak peluru-anak peluru yang sama jumlahnya dengan mesiu-mesiunya.
Karena itu pula prajurit-prajurit jaman dulu begitu bergantungan perlengkapannya. Di dadanya menyelempang wadah-wadah mesiu, di pinggang kanannya wadah anak peluru. (Istilah sekarang 'magazijn').
(Baca juga: Inilah yang Akan Terjadi Jika Rutin Makan 6 Siung Bawang Putih Panggang Setiap Hari )
Selain itu dia juga masih ber-baju besi, pedang di pinggang kiri dan bertopi atau berhelem.
Cara menembakkannya juga membutuhkan waktu yang sangat lambat. Pertama memasukkan anak peluru dari magazijn ke dalam lobang laras.
Setelah menggelinding kedalam, giliran memasukkan mesiu dari wadahnya yang khusus ke dalam lotoang samping kanan senapan, sehingga masuk kamar. Lalu ditutup. Prajurit itu segera menjepitkan sumbu yang sudah menyala ke penjepit.
Besi penyangga dipasang. Membidik sebaik-baiknya. Pelatuk ditarik. Karena ditarik, penjepit maju dan ujungnya membakar lobang kecil yang masuk kamar. Mesiu mengeluarkan letusan dan mendorong anak peluru yang berupa kelereng besi keluar lewat laras menuju sasaran.
Kalau ingin menembak lagi harus diulang prosesnya seperti semula. Lalu bagaimana cara menembakkan meriam?
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR