Advertorial

Gisel Gugat Cerai Gading: Perceraian Belum Tentu Beri Dampak Positif tapi Sudah Pasti Beri Dampak Negatif, Terutama pada Anak

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Bagaimanapun tak pernah ada efek positif dari sebuah perceraian. Namun, efek negatif perceraian pada anak bisa berbeda-beda.
Bagaimanapun tak pernah ada efek positif dari sebuah perceraian. Namun, efek negatif perceraian pada anak bisa berbeda-beda.

Intisari-Online.com – Gugatan cerai Gisel terhadap Gading Marten membuat banyak pihak terhenyak. Pasalnya, selama ini mereka dikenal sebagai pasangan yang harmonis.

Apa sih sebetulnya dampak perceraian bagi anak? Simak tulisan Hasto Prianggoro, Dampak Perceraian bagi Anak, yang pernah dimuat di Tabloid NOVA Agustus 2004.

Tak pernah ada efek positif dari sebuah perceraian. Memang, dalam situasi tertentu, misalnya suami melakukan domestic violence terhadap istri, perceraian bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik, namun tetap ada akibat atau konsekuensi negatifnya, terutama efek negatif pada anak.

"Efek negatif perceraian pada anak bisa berbeda-beda," ujar Dra. Clara Istiwidarum Kriswanto, MA, CPBC dari Jagadnita Consulting, seraya melanjutkan, "Tergantung banyak faktor, dari usia anak, jenis kelamin, kematangan kepribadian, kesehatan psikologis, serta ada-tidaknya dukungan dari orang dewasa lainnya."

Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: Perceraian Orangtua Akan Berdampak pada Hubungan Cinta Anak di Masa Depan

Sebuah penelitian menunjukkan, anak perempuan lebih bisa meng-handle hal-hal yang berkaitan dengan konsekuensi dari perceraian orangtuanya ketimbang anak lelaki.

"Problem anak lelaki dari orangtua yang bercerai biasanya lebih serius, mereka lebih terganggu, Mungkin ini karena lelaki lebih rasional, sementara perempuan lebih mampu memendam perasaan."

Pada anak yang masih terlalu kecil, memang agak susah menjelaskan perihal perceraian, termasuk kenapa orangtua harus bercerai.

"Soalnya, mereka belum tahu konsep tentang cinta, tentang kenapa orangtua pisah tapi tetap mencintai dirinya, dan sebagainya," terang Clara.

Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: Ternyata Terlalu Mesra Saat Menikah Merupakan Salah Satu Penyebab Perceraian!

Keputusan bercerai biasanya sudah melalui proses yang panjang. Yang sebaiknya dilakukan orangtua adalah melibatkan anak dalam proses perceraian.

"Sangat jarang terjadi, orangtua melibatkan anak sejak mulai ribut-ribut sampai bercerai. Yang terjadi, anak baru diberitahu seielah keputusan bercerai diambil, dan anak kemudian diminta untuk mengerti. Padahal, sebetulnya ini aspek penting yang diharapkan anak, cuma anak belum bisa omong," terang Clara.

Kelak, setelah anak lebih besar, persepsinya akan bilang bahwa ia diabaikan. "Anak merasa tak pernah ditanya pendapat dan perasaannya.

Mereka akan merasa, ‘Toh kalau saya berpendapat, nggak ada pengaruhnya juga.' Padahal, yang diharapkan anak sebetulnya adalah ingin didengar dan punya kesempatan untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan."

Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: Simak 5 Tips Ini Agar Anak Tak Jadi Korban saat Orangtuanya Bercerai

Takut menjalin hubungan

Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. "Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impuisif," ujar Clara.

Bisa jadi, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orangtuanya.

"Anak merasakan, 'Ah, jangan-jangan saya yang membuat Papa-Mama bercerai,' sehingga muncul rasa marah campur rasa bersalah."

Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading, Ini 8 Alasan Istri Memilih Ceraikan Suaminya

Apalagi jika dalam proses selanjutnya, terjadi perebutan anak antara suami-istri. "Anak jadi bingung, pingin ikut ayah, tapi kok akhimya ikut sang ibu. la akan merasa menjadi biang keladi perebutan itu."

Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya.

"Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura."

Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. "Ke depannya, setelah dewasa, anak cenderung enggak berani untuk commit pada suatu hubungan. Pacaran-putus, pacaran-putus."

Baca Juga : Sule Dikabarkan Dekat dengan Sinden Cantik: Setelah Cerai, Pria atau Wanita yang Lebih Cepat Move On?

Self esteem anak juga bisa turun. "Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri."

Beban sebagai publik figur atau anak pasangan publik figur, seperti yang terjadi pada anak-anak pasangan Dewi Yull-Ray Sahetapi, juga akan semakin besar.

"Orang biasa saja menghadapi kasus perceraian pasti terbebani, kok, apalagi publik figur. Semua orang bisa lihat dan berkomentar macam-macam."

Ada juga yang kemudian jadi merendahkan salah satu orangtua, tidak lagi bisa percaya pada orangtua, atau sebaliknya, terlalu mengidentifikasi salah satu orangtua.

Baca Juga : Adopsi Anak Secara Ilegal, MN: Saya Takut Suami Marah dan Ceraikan Saya

Misalnya, anak sangat kasihan pada salah satu pihak. "Apalagi jika anak sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya."

Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang wajar, seperti yang dilontarkan Gisca pada sang ayah "Ini adalah proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah," ujar Clara.

Hal-hal yang harus dilakukan

Apa saja yang sebaiknya dilakukan orangtua yang akan atau telah bercerai agar tak terlalu berdampak negatif pada anak?

Baca Juga : Artis Nadya Almira Tolak Cerai meski Suaminya Nikah Lagi, Ini 5 Alasan Istri Pilih Bertahan Walau Sakit Hati

  • Sejak awal, kalau bisa libatkan anak dalam proses perceraian. Paling tidak, anak akan merasa didengarkan, tidak hanya menerima perceraian orangtuanya secara tiba-tiba.
  • Jika perceraian terjadi, usahakan me-maintain rutinitas keluarga tetap seperti sediakala. Misalnya, tetap berkumpul bersama. Usahakan situasi tidak hilang begitu atau berubah total. Buatlah masa-masa transisi yang smooth, supaya anak juga bisa merasakan, 'Oh, mereka sudah tidak bersatu lagi tapi mereka masih sayang sama saya, saya juga masih bisa mendapatkan apa yang saya butuhkan dari mereka.'
  • Jangan ingkar janji. Kalau memang pemah berjanji untuk tetap selalu bertemu anak setelah perceraian, penuhi itu. Ini akan membangun rasa percaya (trust) anak pada orangtua. Ingat, tidak ada yang namanya bekas anak atau bekas orangtua.
Baca Juga : Seorang Suami Menceraikan Istrinya Setelah Melihatnya Berpelukan dengan Pria Lain Melalui Google Maps

  • Sebisa mungkin lebih terlibat dengan kegiatan sekolah anak, serta memberi dukungan yang dibutuhkan anak. Mungkin anak punya ketakutan, "Wah nanti saya enggak bisa dijemput Papa-Mama lagi,' dan sebagainya.
  • Hindari pertentangan. Anak-anak sudah cukup menderita karena perceraian orangtuanya, jadi jangan tambah beban mereka dengan menentang mereka. Misalnya, salah satu orangtua merasa anak malah membela salah satu pihak, dan kemudian menyalahkan anak. Rasa marah, tak setuju, kecewa, itu merupakan proses anak dalam menghadapi perceraian orangtuanya. Justru anak harus dibantu mengungkapkan itu secara positif supaya tidak salah mengungkapkan.
  • Kalau memang perlu, libatkan dukungan pihak ketiga, misalnya kakek-nenek dalam masa transisi. Dan kalau memang merasa tak mampu mengatasi sendiri, berkonsultasilah dengan profesional.
Baca Juga : Cara Unik Penggemar Putri Diana 'Balas Dendam' Agar Charles 'Menyesal' Telah Menceraikan Sang Putri

Artikel Terkait