Dalam bukunya yang ditulis pada 1760, dia menyimpulkan bahwa gempa bumi Lisbon itu disebabkan oleh bergesernya batuan yang berada beberapa kilometer di bawah permukaan Bumi.
Tahun 1793, Benjamin Franklin, salah satu ilmuwan terkemuka saat itu, berusaha menjelaskan mekanisme pergeseran massa batuan di bawah permukaan Bumi dengan mengatakan:
"Saya .... membayangkan bahwa di dalam Bumi ada bagian yang menyerupai fluida dan memiliki kepadatan lebih tinggi daripada bagian keras yang kita kenal di permukaan. Bagian keras dari Bumi mungkin mengapung di dalam atau di atas fluida itu. Dengan demikian, permukaan Bumi ibarat lapisan kulit yang bisa pecah dan terganggu akibat pergerakan-pergerakan fluida yang ada di bawahnya."
Perlu satu abad
Namun perlu waktu lebih dari satu abad sebelum para ilmuwan menemukan bukti meyakinkan tentang hubungan antara massa batuan yang bergeser dan kejadian gempa bumi.
(Baca juga: Ini Adalah Gempa Bumi Terbesar dalam Sejarah Meksiko)
Pada 1891, sebuah guncangan kuat yang kemudian dikenal sebagai gempa bumi Mino-Owari terjadi di Pulau Honshu, Jepang.
Gempa bumi ini menyisakan sebuah zona hancuran memanjang memotong Pulau Honshu.
Zona ini ditandai oleh retakan-retakan di permukaan Bumi, dari Laut Jepang di utara hingga Samudera Pasifik di selatan.
Di beberapa tempat terbentuk tebing-tebing setinggi beberapa meter akibat terangkatnya permukaan Bumi yang patah.
Dari bukti-bukti itu, Bunjiro Koto menyimpulkan, guncangan gempa bumi disebabkan oleh pecahnya bagian kerak bumi.
Pada awal abad ke-20, dengan mempelajari waktu penjalaran gelombang gempa bumi, para ilmuwan menyimpulkan bahwa di dalam Bumi terdapat bagian yang bersifat padat, ada berwujud lelehan di bagian tengahnya yang dikelilingi oleh bagian yang kurang padat yang disebut mantel.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR