Advertorial
Intisari-Online.com -Pesisir Selatan Jawa pada Jumat (15/12) baru saja digoyang dua gempat sekaligus.
Menurut keterangan BMKG, pertama bermagnitudo 4,5 dan berpusat di koordinat 7,29 derajat Lintang Selatan (LS) dan 106,69 derajat Bujur Timur (BT) atau 48 km barat daya Sukabumi, Jawa Barat.
Gempa ini tidak berpotensi tsunami.
Sementara gempa kedua terjadi pada pukul 23.47 WIB dan berpotensi menimbulkan tsunami.
(Baca juga:10 Gempa Bumi Terdahsyat yang Pernah Terjadi dalam Sejarah Peradaban Manusia, Dua Terjadi di Indonesia)
(Baca juga:Belajar dari Gempa Yogyakarta, Pelajaran Bagi Penanganan Gempa Tingkat Dunia)
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mencatat gempa bermagnitudo 6,9 di koordinat 7,75 derajat LS dan 108,11 derajat BT pada kedalaman 107 km.
Lepas dari itu, benarkah hewan bisa memprediksi kedatangan gempa?
Banyak cerita yang tersebar hampir di seluruh budaya bahwa beberapa jam sebelum gempa, semua binatang bertingkah laku gelisah.
Anjing melolong tanpa alasan, kuda melompat-lompat tinggi, ikan berenang berputar-putar.
Cerita hewan berperilaku tak menentu sebelum gempa bumi telah beredar selama ribuan tahun.
Salah satu contoh penting adalah evakuasi di Haicheng, China, pada 1975.
Saat itu, evakuasi murni didasarkan pada laporan adanya perilaku aneh para hewan.
(Baca juga:Agar Tsunami Aceh 2004 dan Jepang 2011 Tidak Terjadi Lagi, Begini Cara Hentikan Tsunami)
Suatu tindakan yang diyakini telah menyelamatkan ribuan nyawa dari gempa berkekuatan 7,3 SR yang datang tidak lama kemudian.
Saat gempa yang terjadi Samudra Hindia, yang selanjutnya menimbulkan tsunami di Aceh dan beberapa negara Asia lainnya, banyak laporan yang menyatakan banyak hewan melarikan diri ke pedalaman beberapa saat sebelum gelombang tsunami menyapu daratan.
Laporan-laporan yang meluas tersebut memicu para peneliti dari University of California untuk mempelajari kemungkinan hewan sebagai prediktor gempa.
Lewat ratusan wawancara dengan pemilih hewan, ditemukan bahwa sebagian besar pemilik memang menemukan perilaku aneh sebelum getaran terjadi.
Tapi sebagian besar memberikan laporan positif bahwa perilaku-perilaku aneh tersebut tercatat saat gempa terjadi.
Bahkan, ketika contoh-contoh perilaku yang terekam sebelum gempa dimasukkan, secara statistik perilaku aneh tersebut tidak terkait dengan gempa bumi.
Orang-orang cenderung melihat perilaku aneh pada hewan setelah gempa terjadi.
Memori selektif juga tampaknya bermain ketika laporan tsunami diperiksa.
Kendati masyarakat melaporkan adanya perilaku aneh sebelum tsunami, peneliti menemukan bahwa gajah-gajah di Sri Lanka tidak menunjukkan perilaku seperti itu, kadang-kadang bahkan bergerak lebih dekat ke pantai.
Mereka hanya bergerak menuju ke pedalaman sesaat setelah gelombang menghantam daratan, menunjukkan bahwa gajah bereaksi terhadap dampak bukan sebagai gerakan antisipasi.
(Baca juga:Belajar Surfing di Batu Karas, Pangandaran)
Sangat mungkin bahwa hewan melarikan diri diamati setelah tsunami menghantam, dan kemudian ditempatkan sebelumnya oleh memori selektif.
Selain itu, peneliti tidak menemukan mekanisme yang masuk akal dimana hewan mungkin mendeteksi gempa bumi.
Gelombang gempa bergerak lebih cepat daripada suara, jadi tidak ada cara nyata hewan bisa mendengar mereka.
Mungkin hewan mendeteksi getaran lemah, tetapi ini pasti sudah terdeteksi oleh seismograf.
Pergeseran medan magnet juga kadang-kadang terdeteksi memiliki hubungan dengan gempa bumi namun tidak ada bukti bahwa hewan bereaksi terhadap ini.
Namun, ide terus berlanjut. Setidaknya satu kota di China memasang pengawasan 24 jam di sebuah peternakan ular untuk mendeteksi perilaku aneh.
Pemerintah Jepang terus melakukan percobaan dengan ikan lele.
Anekdot dari prediksi lewat perilaku aneh hewan jelas telah menangkap imajinasi rakyat, bahkan jika penelitian tidak cukup menguatkan klaim tersebut.