Karena hanya Mesir yang dapat diandalkan menjadi pemersatu Arab dan penekan Israel, tindakan Saddat sebenarnya sangat melukai rakyatnya.
Perjanjian damai itu pun serta merta membuyarkan harapan seluruh bangsa Arab demi memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
Demonstrasi besar-besaran pun terjadi di seluruh Mesir.
Namun Saddat sama sekali tidak terpengaruh.
Saddat bahkan berpikir bahwa dengan perjanjian damai tersebut, seluruh wilayah gurun pasir Sinai dipastikan bisa kembali ke pangkuan Mesir tanpa perang.
Saddat lalu mengerahkan tentara untuk menghentikan demonstrasi melalui cara kekerasan. Sejak itulah ia menjadi represif.
Kemarahan rakyat Mesir akhirnya mencapai puncaknya.
Pada 6 Oktober 1981, di tengah parade kemiliteran untuk memperingati kemenangan Mesir dalam Perang Yom Kippur, sejumlah tentara tiba-tiba melompat dari truk.
Para penyerang yang sangat terlatih itu menerobos satuan pengaman kepresidenan, melompat ke podium tempat Saddat berdiri, lalu melemparkan granat dan menembak sang presiden menggunakan senapan serbu AK-47.
Para pengawal Saddat sebenarnya tahu ada gerakan sejumlah tentara yang tak lazim itu dan mengira merupakan bagian dari atraksi parade.
Tapi semuanya sudah terlambat dan tanpa adanya tindakan antisipasi.
Di tengah ledakan granat dan rentetan tembakan, dalam sekejap Anwar Saddat roboh berlumur darah, lalu menghembuskan nafas yang terakhir.
(Baca juga: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR