Sesungguhnya akal bulus AS itu bukan tak disadari oleh Saddat.
Untuk sementara waktu ia pun menikmati betul posisi kunci itu.
Saddat sudah lama ingin menyingkirkan Soviet, beralih ke AS dan pada waktu itulah saatnya.
Mesir lewat Saddat kemudian meminta bantuan persenjataan ke AS, suatu tindakan yang sebenarnya telah membuat negara-negara Arab berang.
Yang membuat Saddat semakin gembira, adalah ketika Washington ternyata mengabulkan permintaan bantuan militer yang diajukan Mesir.
Ibarat pepatah “siapa memanfaatkan siapa”, kedekatan Saddat dengan AS pun sontak membuat hubungan luar negeri Mesir dengan negara-negara Arab guncang.
Hubungan Saddat dengan rakyatnya bahkan kian memburuk.
Apalagi setelah tahu bahwa Saddat ternyata mau diajak berdamai dengan Israel, melalui Carter sebagai mediatornya.
Proses mediasi itu kemudian bertempat di rumah peristirahatan Presiden AS, Camp David.
Dalam acara mediasi yang menjadi perhatian dunia internasional khususnya negara-negara Arab, Saddat kemudian melakukan tindakan yang menimbulkan goncangan hebat.
Tanpa berat hati Saddat ternyata mau berjabat tangan dengan PM Israel saat itu, Manachem Begin setelah menandatangani Perjanjian Perdamaian Mesir-Israel pada 1978.
Perasaan bangga Saddat semakin melambung, apalagi setelah perjanjian ini berbuah Hadiah Nobel Perdamaian untuknya dan Begin.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR