Kami sampai di hotel pukul 23.00. Setelah makan malam panas dan anggur lezat, kami pergi tidur.
Dalam hati, kami takut cuaca buruk merusak rencana. Soalnya, besoknya kami akan berangkat ke gletser Perito Moreno yang megah.
Sungguh tidak bisa dipercaya, cuaca keesokan harinya cerah. Dengan melewati danau menuju ke Peninsula Magellanes, semenanjung di Lago Argentino, sampailah kami berhadapan dengan gletser.
Gunung bersalju terus mendekat. Setelah melewati tanjakah terjal dan belokan di kiri jalan ada pemandangan indah, massa es luas yang mendapat es dari beberapa gletser di Pegunungan Andes yang turun ke Lago Argentino.
Di sebelah kanan jalan, pada sebuah bukit berdiri hotel kami, Convista al Glaciare.
Sebuah kapal sudah menunggu untuk berkeliling danau. Perkenalan pertama dengan gletser besar itu bukan main.
Celah-celah biru terang seperti dalam cerita dongeng, berada di antara massa putih.
Dari kapal kami menatap gletser yang menjulang tinggi. Pemandangan seperti itu tak kami temui, baik di Eslandia maupun Alaska.
Kehebatan massa es bisa dinikmati dengan baik. Lebarnya 3 km, tingginya 70 m dan di tengahnya bercabang.
Sungguh merupakan atraksi paling hebat di Argentina dan seluruh Amerika Selatan.
Perito Moreno itu salah satu dari beberapa gletser yang masih tumbuh. Lidahnya yang di tengah tumbuh 1 m per hari.
Kalau balok es patah, lahir gunung es. Hal itu diiringi suara gemuruh hebat.
Anehnya, terjadi letusan seperti tembakan pistol. Suara gemuruh itu pun tergantung pada besarnya patahan es.
Selama kapal melewati cabang utara Lago Argentino, kami melewati gunung es besar dan spektakuler.
Sayangnya, gara-gara gunung es itu juga, perjalanan ke gletser Upsala yang masif tidak kesampaian.
Mereka memblokir jalan tembus, sehingga kami harus puas hanya sampai gletser Onelli yang lebih kecil.
Di semenanjung ini, kami melihat burang kondor yang dijuluki raja dari Andes. Dengan rentang sayap sampai 3 m, burung pemangsa terbesar ini melayang tinggi di angkasa dengan anggunnya.
Santiago sebelum pulang
Tanggal 2 Desember, kembali kami menempuh 388 km ke Puerto Natales di Chile, untuk melihat taman terindah di Amerika Selatan.
Dalam perjalanan, kami mampir ke monumen nasional Cueva Milodon, sebuah gua tempat ditemukannya fosil mamalia raksasa pemakan tanaman.
Di. gua itu ada replika aslinya. Dari gua prasejarah, perjalanan diteruskan sampai taman tujuan utama kami, Parque Nacional Torres del Paine yang mempunyai danau berwarna hijau toska yang luas, sungai bening, gletser, dan hutan yang dikelilingi gunung tinggi.
Karena keindahannya, daerah ini diprompsikan menjadi reservat biosieer. Guanaco, randu, burung kondor, dan flamingo hidup optimal dalam lingkungan yang alami.
Keindahan gletser yang masih perawan di Chile, cocoknya bagi pendaki gunung.
Tiga pilar granit di Torres de Paine menjulang setinggi 2.000 m di atas stepa. Biasanya pilar itu bersembunyi di balik awan.
Pada cuaca bagus seperti saat itu, gletser ini memberi ciri khas pada keseluruhan taman. Inilah Patagonia Chile.
Selain taman-taman itu, sebagian Patagonia Chile praktis tidak bisa dijamah.
Sebelah utaranya terletak Danau Chile. Dari Puerto Montt, kami membuat tur indah, bergantian naik bus dan kapal, mengelilingi dan melintasi Lago Liangquihe dan Lago Todos los Santos di Chile, serta melintasi Lago Nahuel Nuapi ke Bariloche di Argentina.
Yang amat berkesan adalah gunung api yang ditutupi salju. Pemandangan yang dramatis, apalagi kami menyewa pesawat terbang.
Dari udara kelihatan dimensi ekstra indah dari daerah itu.
Pada malam terakhir sebelum pulang, kami jalan-jalan di pusat pejalan kaki Santiago. Sambil minum.es krim soda, kami memperhatikan orang yang sibuk berbelanja untuk hari Natal.
Setelah perjalanan yang sempurna ini, kami pun pulang untuk menyambut tahun baru.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 1996)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR