Setelah itu, Bung Karno dikenai tahanan kota dan menetap di Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala, Jakarta) sampai akhir 1967.
Pada awal 1968, Soekarno dikenai tahanan rumah dan dibatasi aktivitasnya, termasuk untuk bertemu keluarga.
Bung Karno pernah mengatakan kepada Sukmawati bahwa dia sangat merasa kesepian. Banyak menteri yang masih setia kepadanya diciduk oleh Pemerintah.
Hanya Ibu Hartini yang diperbolehkan mendampingi di rumah tahanan. Sukmawati hanya bisa menjenguk ketika tim investigasi dari Angkatan Darat tidak datang ke rumah tananan untuk melakukan pemeriksaan.
(Baca juga: Seputar G30S/PKI: Kisah Sukitman, yang Lolos dari Lubang Buaya (1))
Betapa hancurnya hati seorang Bung Karno, setelah apa yang sudah dia berikan kepada bangsanya, malah dijadikan sebagai tahanan politik.
Suatu hari ia menjenguk Bung Karno. Dia sudah malas keluar untuk jalan-jalan keliling kota, kebiasaannya sejak dulu. Hari itu dia hanya tidur-tiduran saja di sofa.
Tiba-tiba, Bung Karno menangis tersedu sambil memeluk Sukmawati. Saat itu dia tidak terlalu paham kenapa bapaknya menangis.
Belakangan ia baru mengetahui, Bung Karno menangis karena mendengar kabar yang tidak baik setelah 1 Oktober 1965. Terjadi pembunuhan massal terhadap rakyatnya yang dituduh memiliki paham komunisme.
Bung Karno juga menangis karena dia digulingkan begitu saja oleh bangsanya sendiri dan jutaan rakyat yang dia cintai dibunuh untuk melanggengkan sebuah kekuasaan. Memang tragis, akhir hidup seorang pendiri bangsa.
*Cerita ini disusun dari penuturan Putri Presiden pertama RI Sukmawati Soekarnoputri saat ditemui Kompas.com di Kantor PARA Syndicate, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, setahun yang lalu.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR