Sister Kate, nama aslinya Christine Meeusen, menghabiskan 12 tahun di sekolah Katolik untuk menjadi biarawati.
Di sekolah yang serba ketat itulah ia berkenalan dengan ganja. Ia pertama kali menghisap ganja ketika usianya persis 16 tahun. Karena ketatknya peraturan, kebiasaan itu simpan sendiri.
Tak lama setelah lulus dari University of Wisconsin, Meeusen mencoba berbisnis. Setelah bekerja cukup keras, ia sukses mendirikan bisnis konsultasi butik. Pada 1990, bersama suami dan ketiga anaknya, ia pindah ke Amsterdam.
Di kota inilah ia semakin menghikmati menghisap ganja.
Setelah bercerai dengan suaminya, pada 2008, ia kembali ke California. Tinggal di sebuah rumah mungil bersama anak-anaknya ia memutuskan membuka bisnis ganja skala kecil.
Tapi bisnis itu tak berjalan mulus. Setelah dua keponakannya menggagalkan usanya membentuk kolektif ganja, kakaknya mengecam bisnis itu dan menendangnya keluar dari rumah.
“Empat bulan saya menjadi gelandangan bersama putri saya yang masih SMA,” ujarnya kepada The Daily Beast.
(Baca juga: Kembalikan Dompet Penuh Uang yang Ia Temukan di Pinggir Jalan, Gelandangan Ini Dapat Ganjaran Setimpal)
Ketika menjadi gelandangan, ia bertemu banyak aktivis yang sedang menduduki Wall Street pada 2011 lalu. Mereka inilah yang banyak mempengaruhi cara berpikir Meeusen kemudian.
Tak hanya itu, di jalanan inilah nama Sister Kate muncul.
Nama itu terinpirasi dari pernyatan Kongres AS yang menyebut pizza sebagai sayuran.
“Jika pizza adalah sayuran, maka saya seorang biarawati,” ujar Meeusen. Sejak itu, ia memutuskan terus berpakaian laiknya para biarawati.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR