Mereka hanya tahu satu hal: Lon Nol dan pemerintahannya yang mendukung pengeboman terhadap rakyat oleh kekuasaan asing harus ditumpas.
Rakyat hanya tahu bahwa hal itu cuma bisa dilakukan oleh Khmer Merah, tak peduli apakah mereka suka atau tidak kepada Khmer Merah.
Baca Juga : Orang-orang Sebuah Kampung di Vietnam Ini Tega Memotong Ekor Gajah, Hanya untuk Alasan 'Konyol'
Maka pada tanggal 17 April 1975, dua minggu sebelum Saigon jatuh, pasukan Khmer Merah masuk ibu kota Kamboja dan Saloth Sar alias Pol Pot mengambil alih kekuasaan di Phnom Penh.
Kemudian terjadilah hal-hal yang mengerikan. Pol Pot melakukan operasi "pembersihan" secara paksa. Banyak orang "diciduk" dan dikirim ke Provinsi Battambang.
Provinsi itu tadinya merupakan gudang beras negara, tapi kini fungsinya berubah menjadi "tempat latihan" demi terciptanya masyarakat baru.
Menikah diam-diam.
Di manakah Pho Phorn saat itu berada? "Saya ditugaskan di lapangan terbang selama kurang lebih tiga bulan," katanya. Apakah ia tidak menyadari peristiwa-peristiwa kejam yang terjadi di sekelilingnya?
"Tidak, kami cuma berjaga. Kami tidak tahu apa-apa tentang Pol Pot dan tindakannya." Pho Phorn pun hanya sekali melihat Pol Pot dan itu pun lewat film propaganda.
Sejak Pol Pot berkuasa, Kota Phnom Penh berubah menjadi kota mati. Kamboja dibagi menjadi tujuh wilayah. Dimulai dengan Provinsi Battambang, negeri itu hendak diubah menjadi negeri agraris kuno.
Untuk bisa mencapai tujuannya, ia tidak hanya menghancurkan kebudayaan yang sudah mapan dan ekonomi rakyat yang aneka ragam, tetapi ia juga merobohkan bangunan-bangunan yang sudah ada.
Bangunan-bangunan itu misalnya bank-bank, pagoda-pagoda, istana-istana, dan sekolah-sekolah. Uang pun segera dicabut dari peredaran, mobil-mobil dibakar, demikian juga buku- buku.
Namun demikian, mengubah ideologi orang secara tuntas dalam sekejap memang sulit. Pol Pot mendapat perlawanan, ketika ia dan orang-orangnya mulai menghancurkan tempat-tempat suci agama Buddha. Para biksu berbaju kuning mulai melakukan perlawanan dengan nama Angka Leeu.
Baca Juga : Kalah dalam Perang Vietnam, AS Terpaksa Buang Puluhan Helikopter ke Laut, Kenapa?
Pho Phorn mulai melanggar doktrin anti keluarganya Pol Pot. Ia mengawini seorang gadis dari Prey Veng secara sembunyi-sembunyi. Ia bersama keluarganya melarikan diri ke Kompong Speu.
Para tetangga menangkapnya. Ia ditahan sampai muncul invasi pasukan pada bulan Januari 1979. Kemudian pasukan itu menyerahkan dirinya kepada tentara Vietnam.
Tiga hari sesudahnya, ia bisa melarikan diri dan menitipkan anak dan istrinya pada orang tuanya. Dua tahun lamanya, ia menyembunyikan diri di hutan. Dirinya diliputi beban dan rasa takut dieksekusi seperti korban-korban Khmer Merah.
Pada awal tahun 1982, ia dikenali seorang pengawas jalan dari pemerintah militer Kamboja yang baru. Ia pun dimasukkan ke kamp penggemblengan seperti rekan-rekannya yang lain. Ia merasa hidup di dunia baru.
"Saya seharusnya dibebaskan pada tahun baru Buddha tanggal 13 April 1984 dan boleh pulang ke keluarga saya. Namun, tiga hari sebelumnya, pasukan Khmer Merah menyergap kamp dan membawa kami sampai ke dekat perbatasan Muangthai, ke salah satu sarang perlawanan mereka terhadap Kamboja yang dikuasai Vietnam saat ini."
Baca Juga : Tak Ada Tempat Latihan, Timnas U-23 Vietnam Terpaksa Latihan di Jalanan dan di Pabrik
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR