Tapi keduanya juga termasuk bermental nekat karena pernah meliput acara TNI di Bali, pulang balik dari Jakarta menggunakan mobil Suzuki Phanter produksi tahun 1997.
Sewaktu keduanya akan naik Sukhoi Superjet 100 juga sudah bersikap cermat dan hati-hati.
Mereka baru ikut naik pesawat penumpang yang sedang dipromosikan itu pada sorti penerbangan kedua.
Perhitungannya jika penerbangan sorti pertama lancar karena Sukhoi Superjet 100 diawaki para pilot dan kru Rusia, penerbangan kedua dipastikan juga akan lebih lancar.
Pasalnya para awak Sukhoi Super Jet 100 pasti sudah lebih mengenal medan.
Tapi takdir ternyata berkata lain, Sukhoi Super Jet 100 ternyata malah menabrak lereng Gunung Salak dan menewaskan semua penumpangnya termasuk Didik dan Dodi.
Di dunia penerbangan manapun sejak awal mula pesawat diproduksi hingga ditemukannnya pesawat-pesawat super canggih, musibah di udara teryata selalu mewarnai.
Namun musibah yang telah menggugurkan para insan pecinta dirgantara itu justru menjadi pupuk bagi pertumbuhan dan perkembangan teknologi penerbangan yang makin bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
Termasuk “pupuk” yang telah ditebarkan oleh rekan sejawat Didik dan Dodi.
Oleh A Winardi, kontributor Majalah Angkasa dan Intisari
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR