Kisah Parthajajna di Candi Jago dimulai dari sudut barat daya, dengan adegan main dadu antara Pandawa dan Kurawa, sampai Arjuna mendaki puncak G. Indrakila untuk bertapa. Dalam perjalanan mendaki inilah Arjuna ditemani para punakawan.
Arjuna rupanya mendapat tugas paling berat dalam mempersiapkan diri untuk menggempur kekuatan Kurawa, dua belas tahun kemudian. la harus bertapa di G. Indrakila agar mendapat petunjuk dan senjata dari para dewa.
Dalam menjalani tapa, tokoh kesatria yang tampan dan sakti itu mendapatbanyak godaan, baik dalam wujud binatang buas maupun wanita cantik. Dengan bahu-membahu bersama para pengiringnya, Arjuna berhasil menyelesaikan misi tapa brata itu dengan sukses.
Konon, keberhasilan Arjuna itu tak lepas pula dari jasa para pengiringnya yang setia, yaitu para punakawan.
Baca juga: Hal yang Belum Anda Ketahui dari Kacang Ketawa
Pada teras pertama dari tingkat dua, digambarkan tentang kesengsaraan para Pandawa akibat kalah main dadu dengan Kurawa.
Pada teras ketiga terukir cerita Arjunawiwaha, dimulai dengan adegan para bidadari yang menggoda tapa Arjuna, diakhiri dengan tewasnya Niwatakawaca.
Kisah ini merupakan gubahan Empu Kanwa, sastrawan zaman Airlangga (1028 – 1035 M) dari episode Mahabarata ke-3, yang disebut Wanaparwa.
Kreasi asli
Baca juga: Menguak Rahasia Jam Raksasa di Candi Borobudur, Ini Cara Melihatnya
Uniknya, dalam kesusastraan maupun relief cerita di India tidak pernah dijumpai tokoh punakawan. Dengan demikian, tokoh-tokoh Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng merupakan hasil kreasi para seniman Indonesia sendiri.
Pahatan punawakan di Candi Jago merupakan bukti autentik tentang eksistensi tokoh ini dalam sastra kuno. Patut dicatat bahwa di candi inilah untuk pertama kali dijumpai adanya tokoh punakawan.
Perkembangan minat masyarakat terhadap masalah humor dan urusan ‘tawa-tertawa’ ini berpengaruh pula pada perkembangan tontonan yang menampilkan empat sekawan punakawan ini.
Baca juga: Sedihnya Kondisi Candi Jago yang Kehilangan Empat Arca
Cerita punakawan kemudian juga ditampilkan tersendiri sebagai cerita utuh.
Selain itu, ada pula perkembangan fungsi dan tambahan-tambahan misi yang diselipkan dalam penampilan kisah mereka.
Contoh yang jelas dan dekat, adalah acara Ria Jenaka setiap Minggu siang di TVRI. Di samping menghibur pemirsa lewat lawakan, ‘Bagong-Ateng’, ‘Petruk-Iskak’, ‘Gareng-Slamet Harto’, dan ‘Semar-Sampan Hismanto’, juga menyampaikan pesan-pesan penyuluhan.
Baca juga: Tanpa Peralatan Canggih, Begini Pembuatan Candi Borobudur yang Setara dengan Gedung Modern 10 Lantai
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR