Tahapan inspeksi adalah tahapan pemeriksaan dengan cara melihat bagian tubuh pasien melalui pengamatan. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi ukuran tubuh, bentuk, posisi, serta simetris tidaknya.
Pemeriksaan ini juga memerlukan perbandingan hasil normal dan abnormal bagian tubuh yang satu dengan bagian tubuh lain.
Tahap auskultasi adalah pemeriksaan fisik oleh dokter dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh pasien. Biasanya dengan stetoskop. Hal-hal yang sering didengarkan suaranya untuk memperoleh informasi adalah jantung, suara paru-paru, dan bisingnya usus.
Tahapan selanjutnya adalah palpasi, yaitu metode pemeriksaan dokter dengan menggunakan tangan dan jari-jari untuk mengumpulkan data, seperti temperatur, turgor (elastisitas kulit), bentuk, kelembapan, vibrasi, ukuran, atau letak sesuatu.
Dan tahap terakhir adalah perkusi, yaitu pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri-kanan) dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi ini untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk, dan konsistensi jaringan.
Keempat tahapan tadi dilakukan dokter untuk menentukan diagnosis kerja. Jika dengan diagnosis kerja saja sudah cukup, dokter akan memberikan tata laksana penyakit, apakah akan diberikan obat atau cukup dengan terapi.
Namun, jika diperlukan, pemeriksaan laboratorium pun harus dilakukan untuk penentuandiagnosis, bahkan bisa dibilang untuk melengkapi diagnosis tersebut.
“Nah, kalau secara online, apa yang dilakukan dokter? Dokter tidak melakukan keempat tahap tadi, kan?” sentil Erik, yang di awal kehadiran internet dulu menyebut diri sebagai Dokter Internet.
Pada konsultasi online, dokter hanya sebatas berkomunikasi dengan pasien. Tidak melakukan proses pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Akibatnya, diagnosisnya bisa saja tidak tepat, dan terapi yang dianjurkan pun bisa tidak sesuai.
Konsultasi secara online hanya bersifat ngobrol, komunikasi dua arah antara pasien dengan dokternya melalui dunia maya perihal penyakit yang biasanya diderita oleh pasien. Atau penyakit sederhana, penyakit ringan seperti flu. Dokter yang menjawab melalui online, pasti sebisa mungkin menyarankan pasien untuk bertemu langsung agar bisa ditentukan diagnosis medisnya.
Konsultasi antara pasien dengan dokter secara online, selain hanya bersifat konsultasi, tidak bisa menetapkan diagnosis. Dokter juga tidak dapat meresepkan obat sebagai terapinya. Kalau pun bisa dikirimkan melalui email, bagaimana mungkin dokter memberikan resep jika diagnosis penyakitnya saja tidak ditemukan?
Layanan kesehatan online “abal-abal”
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR