Intisari-Online.com – Di zaman yang serba online sekarang ini, rasanya belum afdal bila tidak ada kata online di belakang seluruh sudut kehidupan kita. Termasuk dalam dunia kesehatan, khususnya dunia kedokteran.
Namun, sebelum sebuah diagnosis ditegakkan, tatap muka dokter - pasien masih diperlukan. Mengapa?
“Dok, tangan saya kok rasanya nyeri ya? Seperti kesemutan, kalau digerakkan sakit. Saya pikir cuma kecapekan. Tapi setiap kali dipakai untuk menulis atau memegang mouse rasanya nyeri,” demikian tulis seorang teman di sebuah kanal konsultasi ahli di sebuah situs kesehatan.
Sekitar setengah jam kemudian, sebuah jawaban muncul, “Oh, mungkin Anda menderita asam urat. Coba beli obat ini... bla-bla… minum dengan dosis bla-bla-bla.... Obatnya bisa dibeli bebas kok.”
Di dunia maya, apa pun bisa ditanyakan melalui Mbah Google. Semua pertanyaan seputar dunia kedokteran, nyaris selalu ada jawabannya. Begitu mudahnya kita memasuki sebuah situs, lantas menanyakan apa pun perihal gangguan kesehatan yang kita alami.
Tinggal duduk di depan komputer yang tersambung ke internet, masalah pun terjawab. Situs kesehatan pun banyak yang mempekerjakan dokter atau tenaga kesehatan – dan kadang murah hati membagi informasi.
Efek positifnya, informasi kesehatan makin merata. Wawasan kesehatan konsumen, dalam hal ini pasien, juga meningkat dan meluas. Mereka juga tidak perlu langsung berobat ke dokter.
Bagi para dokter, mereka jadi terbantu dengan adanya pasien-pasien yang pintar ini. Bahasa yang dipakai dokter kini banyak dimengerti pasien. Kalaupun pasien tidak mengerti, mereka bisa berselancar di internet untuk mencarinya.
Perlu tatap muka dengan dokter
Namun, kebebasan informasi di dunia kedokteran itu ternyata juga bisa merugikan. Kok bisa? Akibat makin bebasnya informasi, pasien jadi cenderung malas ke tempat praktik dokter. Mereka merasa sudah sembuh dengan berbekal obat “bocoran” dari internet yang ia beli bebas.
“Dokter itu tugasnya menyembuhkan orang dari sakitnya, dan ada ilmunya untuk itu. Untuk dapat menyembuhkan pasien, dokter perlu memeriksa pasien untuk menentukan diagnosis medis, kemudian memberikan obat atau terapi untuk menyembuhkan penyakit pasien,” kata dr. Erik Tapan, MHA., Konsultan Anti-Aging pada Klinik Anti- Aging & Estetik L’Melia, Jakarta.
Pemeriksaan oleh dokter di tempat praktik harus melewati empat tahapan secara sistematis dari kepala hingga jari kaki untuk menentukan diagnosis kerja, yaitu: inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR