“Pasien sebenarnya bisa memanfaatkan konsultasi dengan dokter secara online untuk second opinion, misalnya,” jelas Erik. Pendapat kedua dari dokter ini tentu harus dibantu dengan hasil-hasil dari pemeriksaan oleh dokter pertama dan sejumlah pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium, USG, EKG, CT Scan, dll.
Akan lebih baik lagi jika pemanfaatan layanan kesehatan atau dokter online ini digunakan oleh dokter ke dokter lain yang lebih mumpuni di bidangnya.
Misalnya, seorang dokter umum di daerah yang memerlukan opini dari dokter spesialis di kota besar untuk penyakit dari salah seorang pasiennya. Nah, berdasarkan hasil diagnosis dan pemeriksaan penunjang itulah, maka dokter di pusat dapat memberikan opininya untuk membantu dokter di daerah tadi.
Layanan kesehatan online pun bisa digunakan untuk mengedukasi masyarakat. Kini, berbagai tulisan tentang kesehatan dapat dibuka hanya dengan sekali klik saja.
Namun, dengan segala keterbukaan dan begitu mudahnya kita mencari informasi bukan berarti penyakit yang kita derita sama dengan penyakit orang lain, meski gejalanya yang sama. Tidak bisa pula dengan gejala yang sama, lantas pasien menebus resep dokter yang tertera di sebuah website.
Seperti kasus pada awal tulisan ini, untunglah si pasien bertanya kepada temannya yang biasa berurusan dengan kesehatan, meski bukan tenaga medis. Temannya menyarankan agar si pasien bertemu langsung dengan dokter, dan tidak membeli obat yang sudah diresepkan dokter lewat konsultasi online tadi.
Benar saja, ternyata si pasien tidak menderita asam urat, tetapi carpal tunnel, biasa terjadi karena salah posisi menggunakan mouse ketika bekerja menggunakan komputer.
Bagaimana pasien anak-anak? Sama saja. Meski gejalanya sama-sama panas, diagnosis medisnya belum tentu serupa. Demikian juga obat yang diresepkan. Kalau orangtua malas ke dokter dan sekadar mempercayai konsultasi dokter secara online, bisa-bisa anaknya overdosis obat.
Kita boleh-boleh saja mencari pengetahuan kesehatan melalui online. Tapi apakah kita tahu bahwa situs yang kita buka itu benar-benar kredibel untuk menjawab pertanyaan kita?
Sebaiknya cari situs yang dapat dipercaya. Misalnya website rumah sakit terpercaya, atau website dokter beneran, bukan dokter abal-abal.
“Saya dokter, tapi siapa yang tahu kalau saya beneran dokter? Bila ternyata dokter menipu, bagaimana? Makanya orang harus bertemu langsung dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis medis, setelah itu ditentukan penatalaksanaan penyakit dari hasil diagnosis tadi,” kata dr. Erik mengakhiri perbincangan.
Harus ada HONcode-nya
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR