Di dinding-dinding ditempelkan penjelasan-penjelasan dalam beberapa bahasa mengenai fungsi atau bangunan masing-masing. Juga mengenai peristiwa-peristiwa pentingnya.
Dari situlah kami tahu bahwa salah satu barak itu dipakai sebagai bordil (bagi para penjaganya, tentu saja!). Namun adanya bordil ini, sesuai dengan instruksi khusus komandan kamp, dirahasiakan.
Gedung-gedung sebelah kanan kini dijadikan museum, kecuali ruang pertemuan dijadikan gereja.
Di museumnya, dipamerkan barang-barang, potret-potret dan sebagainya, yang ada kaitannya dengan eksistensi kamp. Dapat kita jumpai juga guntingan-guntingan surat kabar yang isinya mengenai meningkatnya kegiatan serta pengaruh Partai Nazi di Austria pada tahun tiga puluhan, serta masuknya tentara Nazi Jerman di Austria pada tanggal 13 Maret 1938.
Potret-potret itu antara lain menggambarkan para tawanan yang digunduli dan diabsen dalam keadaan telanjang bulat, tawanan yang "terpaksa" ditembak karena mencoba melarikan diri (di antaranya terlihat mayat-mayat berserakan di pelataran kamp dan bergelantungan di pagar), sampai pada saat kamp dibebaskan oleh pasukan Amerika pada tanggal 5 Mei 1944.
Baca juga: Francine Christophe, Penyintas Holocaust yang Mengenang Banyaknya Kebaikan di Kamp Konsentrasi Nazi
Perlu dijelaskan, kamp ini bukan saja menampung orang-orang Yahudi, tetapi juga tahanan- tahanan politik dari Austria maupun luar Austria, tawanan perang Sekutu bahkan tahanan kriminal.
Belajar bahasa menjelang ajal
Barang-barang yang dipamerkan antara lain barang-barang yang dipergunakan oleh para tawanan dan penjaga seperti: pakaian seragam, sepatu, sandal dan pninggalan para tawanan perang.
Yang agak mengerikan adalah barang-barang yang dipakai oleh penjaga untuk menyiksa tawanan, yaitu cambuk dari kulit, jarum suntik yang besar untuk membunuh tawanan, kaleng-kaleng pellets gas Zyklon B yang dipergunakan di ruang gas dan sebagainya.
Barang-barang dari para tawanan juga dipertontonkan. Barang-barang buatan para tahanan itu menimbulkan rasa kagum kami atas ketahanan mental mereka.
Dalam penderitaan yang begitu besar dan masa depan yang sangat tidak pasti (mereka pasti menyadari bahwa sewaktu-waktu mereka bisa saja dibunuh) mereka masih memiliki kemauan dan kemampuan untuk berkreasi.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR