Jembatan tersebut diresmikan pada 10 November 1965 oleh Gubernur Sumsel Brigjen Abujazid Bustomi.
Sebagai pernyataan terima kasih kepada presiden, jembatan tersebut diberi nama Jembatan Bung Karno karena dengan sunguh-sungguh memperjuangkan warga Palembang untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.
Pada tanggal tersebut seluruh bangsa Indonesia sedang memperingati hari pahlawan yang ke-20.
Dan pada tanggal itu, rakyat Sumsel telah menerima hadiah hari Pahlawan dari Bung Karno.
Hadiah itu berupa sebuah jembatan yang megah di jantung Kota Palembang dan menjadi kebanggaan rakyat Sumsel yang diberi nama Jembatan Bung Karno .
Tapi pada tahun 1966 terjadi pergolakan gerakan anti-Soekarno, nama jembatan yang mengambil dari Nama Presiden RI pun diubah menjadi Jembatan Ampera yang artinya Amanat Penderitaan Rakyat hingga sekarang.
Sejak saat itu, Jembatan Ampera menjadi salah satu icon yang membentuk kekhasan identitas Kota Palembang.
Beberapa tahun setelah diresmikannya Jembatan Ampera di Palembang.
Pola-pola perdagangan sungai mulai berubah.
Bersatunya wilayah hulu dan hilir serta lancarnya transportasi lewat jalan darat membuat para pedagang berperahu mulai beralih menggunakan kendaraan darat.
Terbentuknya Pasar Benteng juga merupakan salah satu bentuk dari perubahan orientasi dari air ke darat.
Komunitas pedagang buah dan sayur di Pasar Benteng merupakan komunitas yang dulunya berjualan di pasar apung Sungai Musi
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR