Versi ini menyatakan bahwa awal mula muncul istilah halal bihalal adalah berasal dari penjual martabak pada 1935-1936 di Taman Sriwedari, Solo.
Diceritakan pada tahun tersebut, martabak tergolong makanan yang baru dan dikenalkan oleh penjual dari India.
Munculnya kata halal bihalal berawal dari pribumi yang mempromosikan martabak orang India tersebut dengan cara berteriak “Martabak Malabar.. halal bin halal.. halal bin halal..”.
Istilah ini kemudian populer di masyarakat Solo, terutama ketika akan ke Sriwedari pada hari Lebaran.
Istilah halal bihalal lantas berkembang menjadi sebutan untuk tradisi bermaafan di hari Lebaran. Pendapat ini diperkuat dengan adanya kata ‘halal behalal’ dan ‘alal be halal’ dalam kamus Jawa-Belanda terbitan tahun 1938 karya Dr. Th. Pigeaud.
Halal bihalal versi Mangkunegara I
Teori berikut ini adalah teori paling tua dibandingkan dengan dua teori tentang sejarah tradisi halal bihalal yang sudah dibahas di atas.
Bahasa halal bihalal mungkin belum ada pada masa Mangkunegara I, tetapi secara tradisi sungkem telah berlaku pada zaman itu.
Kala itu, Adipati Arya mengumpulkan para punggawa istana beserta prajurit dalam sebuah aula pada saat Idul Fitri.
Kemudian, mereka melakukan sungkem sambil duduk kepada raja dan permaisurinya.
Sejak saat itu, sungkeman dalam momen Idul Fitri berlanjut dan menjadi tradisi masyarakat Jawa.
Sebagaian pendapat mengatakan bahwa praktik halal bihalal merupakan tradisinya orang Jawa, kemudian berkembang dan menyebar ke wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Itulah artikel tentang sejarah halal bihalal di Indonesia, benarkah gara-gara pedagang martabak India? Semoga bermanfaat.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR