Bermula Dari Debat Sengit Terkait Dasar Negara, Beginilah Sejarah Panitia Sembilan Yang Dibentuk Jelang Proklamasi

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Sejarah Panitia Sembilan tak lepas dari perdebatan yang muncul dalam sidang BPUPKI terkait dasar negara Indonesia. Begini penjelasannya
Sejarah Panitia Sembilan tak lepas dari perdebatan yang muncul dalam sidang BPUPKI terkait dasar negara Indonesia. Begini penjelasannya

Intisari-Online.com -Dasar negara menempati kedudukan mutlak dalam sebuah negara yang merdeka.

Tapi menentukan dasar negara bukan perkara yang mudah, tanya saja kepada para pendiri bangsa Indonesia.

Beginilah sejarah Panitia Sembilan yang dibentuk khusus untuk mengurusi hal disebut di atas.

Panitia Sembilan terbentuk di bawah naungan BPUPKI yang dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.

Panitia ini menjadi perancang utama dalam merumuskan bentuk negara dan dasar filsafatnya.

Dikutip dari Kompas.com, latar belakang pembentukan Panitia Sembilan bermula dari perdebatan dan ketidaksepakatan mengenai dasar negara Indonesia pada masa persiapan kemerdekaan.

Sebelum itu, munculperdebatan antara wakil kelompok Islam dan kelompok nasionalis mengenai karakter negara yang akan dibentuk.

Kelompok Islammengusulkan agar Islam menjadi dasar filosofis negara.

Sementara itu, pemimpin nasionalis yang cenderung menganut pandangan nasionalisme menolak membawa agama ke dalam masalah kenegaraan.

Ketidaksepakatan ini menciptakan kekosongan dalam merumuskan dasar negara yang diperlukan untuk kemerdekaan.

Hingga akhir sidang pertama BPUPKI pada 1 Juni 1945, belum tercapai kesepakatan mengenai rumusan dasar negara.

Menyikapi situasi ini, pada 22 Juni 1945, di gedung kantor Djawa Hokokai, sejumlah anggota BPUPKI membentuk panitia kecil yang kemudian disebut Panitia Sembilan.

Baca Juga: Begini Kedudukan Dan Hubungan Antara Pancasila Dan UUD NRI Tahun 1945

Pembentukan panitia ini bertujuan untuk menyusun rumusan dasar negara dan mengatasi kebuntuan dalam pembahasan di BPUPKI.

Panitia Sembilan menjadi respons terhadap kebutuhan mendesak untuk mencapai kesepakatan mengenai dasar negara yang mencerminkan pluralitas masyarakat Indonesia.

Anggotanya ditugaskan untuk mengumpulkan dan menyelidiki usul-usul terkait perumusan dasar negara guna membahasnya pada sidang BPUPKI selanjutnya.

Panitia Sembilan terdiri dari beragam tokoh yang mewakili golongan Islam dan golongan nasionalis.

Berikut adalah daftar anggota Panitia Sembilan:

1. Ir. Soekarno (Ketua)

2. Mohammad Hatta (Wakil Ketua)

3. Muhammad Yamin (Anggota dari Golongan Nasionalis)

4. A.A Maramis (Anggota dari Golongan Nasionalis)

5. Achmad Soebardjo (Anggota dari Golongan Nasionalis)

6. Kyai Haji Wahid Hasyim (Anggota dari Golongan Islam)

7. Abdulkahar Muzakkir (Anggota dari Golongan Islam)

Baca Juga: Perbedaan Isi Rumusan Dasar Negara Dalam Sejarah Perumusan Pancasila

8. Haji Agus Salim (Anggota dari Golongan Islam)

9. R. Abikoesno Tjokrosoejoso (Anggota dari Golongan Islam)

Tugas Panitia Sembilan

Panitia Sembilan memiliki tugas merumuskan dasar negara Indonesia yang baru merdeka.

Mereka tidak hanya membahas dan merumuskan, tetapi juga mengumpulkan berbagai usul dan suara peserta sidang BPUPKI serta menciptakan ruang partisipasi yang inklusif.

Dalam rapat di gedung Jawa Hokokai, Panitia Sembilan mengajukan usul kepada badan penyelidik terkait, yang kemudian menentukan bentuk negara, menyusun hukum dasar, dan menangani aspek kebangsaan serta keuangan.

Mereka juga mendesak pemerintah Jepang dan BPUPKI untuk segera menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia sesuai dengan hukum dasar yang telah ditetapkan oleh badan penyelidik, serta melantik pemerintah nasional.

Pada 22 Juni 1945, panitia menggelar rapat di kediaman Ir. Soekarno dan menghasilkan rumusan sebagai tujuan negara Indonesia merdeka.

Hasil rapat tersebut adalah Piagam Jakarta yang menegaskan prinsip-prinsip dasar negara, yakni:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

2. Kemanusiaan yang adil

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nama Piagam Jakarta diusulkan oleh Moh Yamin dan Soekarno membacakannya pada 10 Juli 1945 pada sidang BPUPKI kedua.

Naskah tersebut kemudian diterima oleh BPUPKI untuk dijadikan Rancangan Mukadimah Hukum Dasar Negara Indonesia Merdeka, tepatnya pada 14 Juli 1945.

Perubahan pada Piagam Jakarta Pada sore hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, terjadi revisi dalam Piagam Jakarta.

Mohammad Hatta menerima kunjungan perwakilan dari Indonesia bagian timur yang mayoritas beragama Non-Muslim menyuarakan keberatan terhadap kalimat dalam Piagam Jakarta yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Mendengar keberatan ini, Mohammad Hatta mengambil langkah cepat dengan mengundang beberapa tokoh, seperti KH Wahid Hasyim, Mr Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku Mohammad Hasan untuk melakukan rapat sebelum sidang PPKI dimulai.

Setelah berdiskusi, mereka mencapai kesepakatan untuk menghapus kalimat "menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", sehingga sila pertama menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Begitulah sejarah Panitia Sembilan yang dibentuk untuk merumuskan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila.

Baca Juga: Proses Perumusan Hingga Penetapan Pancasila Sebagai Dasar Negara dalam Sejarah Bangsa Indonesia

Artikel Terkait