Karena diucapkan cepat dengan logat khas daerah, kata alun tau terdengar seperti “lunto”.
Tak ada yang tahu nama pohon tersebut.
Namun, sungai yang melintasi daerah tersebut diberi nama Batang Lunto.
Kemudian, daerah tersebut diberi nama Sawahlunto yang dahulunya adalah areal persawahan yang dikelola nenek moyang masyarakat Nagari Kubang.
Dahulu, Sawahlunto adalah desa kecil yang dikelilingi jenggala tak bertuan.
Metamorfosis Sawahlunto sebagai sebuah kota tambang dimulai pada medio akhir abad ke-19.
Saat itu, Belanda tengah fokus melakukan eksplorasi potensi cadangan tambang batu bara untuk mengurangi ketergantungan impor.
Pada 1868, De Greve dan Kalshoven, geolog Belanda menyelidiki adanya batu bara di Sawahlunto.
Menurut laporan de Grave pada tahun 1871, diperkirakan terdapat lebih dari 200 juta ton cadangan “emas hitam” di Sawahlunto.
Saat diteliti, deposit batu bara di daerah itu berjumlah lebih dari 200 juta ton.
Pada 27 Juli 1886 terjadi pembebasan lahan tambang batu bara di Sawahlunto.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR