Dari Imigran Cina Hingga Freeport, Kisah Panjang Penambangan Emas di Indonesia

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi tambang emas.
Ilustrasi tambang emas.

Intisari-online.com - Emas, logam mulia yang berkilau dan bernilai tinggi, telah menjadi bagian dari sejarah Indonesia sejak ribuan tahun yang lalu.

Penambangan emas di Indonesia tidak lepas dari peran dan pengaruh berbagai bangsa dan peradaban yang datang dan pergi di tanah air kita.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas kisah panjang penambangan emas di Indonesia, mulai dari imigran Cina hingga perusahaan multinasional Freeport.

Imigran Cina: Pelopor Penambangan Emas di Indonesia

Penambangan emas di Indonesia telah dimulai sejak lebih dari seribu tahun lalu dengan kedatangan imigran dari Cina yang menambang emas di beberapa wilayah, dilanjutkan pada Jaman Hindu, pendudukan Belanda dan Jepang.

Imigran Cina yang datang ke Indonesia membawa pengetahuan dan teknologi tentang penambangan emas yang lebih maju daripada penduduk lokal.

Mereka mengeksplorasi dan mengolah emas dari cebakan primer maupun sekunder (aluvial) di berbagai daerah, seperti Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Salah satu contoh peninggalan penambangan emas oleh imigran Cina adalah tambang emas Martapura di Kalimantan Selatan.

Tambang ini didirikan pada abad ke-18 oleh seorang pedagang Cina bernama Oei Tjie Sien yang mendapat izin dari raja Banjar.

Tambang ini terus beroperasi hingga abad ke-20 dan menjadi salah satu sumber pendapatan bagi kerajaan Banjar.

Zaman Hindu: Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit

Baca Juga: Sembari Ibadah Haji, Sosok Penjual Toko Kelontong Ini Borong Emas 100 Gram Di Tanah Suci, Aksinya Disorot Bea Cukai

Pada zaman Hindu, penambangan emas di Indonesia mencapai masa kejayaannya bersamaan dengan kemajuan kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit.

Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera Selatan menguasai jalur perdagangan maritim antara India dan Cina.

Emas menjadi salah satu komoditas utama yang diperdagangkan oleh Sriwijaya dengan negara-negara lain.

Sriwijaya juga memproduksi emas sendiri dari tambang-tambangnya di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur juga mengandalkan emas sebagai sumber kekayaan dan kekuasaannya.

Majapahit memiliki tambang-tambang emas di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Papua.

Emas juga digunakan sebagai alat pembayaran pajak dan upeti oleh daerah-daerah bawahan Majapahit.

Selain itu, emas juga digunakan sebagai bahan pembuatan perhiasan, senjata, peralatan upacara, dan hiasan arsitektur.

Zaman Kolonial Belanda: Masa Terbatasnya Penambangan Emas

Selama zaman kolonial Belanda (1600-1942) perkembangan penambangan emas sangat terbatas.

Beberapa cadangan bijih emas yang ditemukan pada periode ini di daerah Lebong, yaitu Lebong Donok dan Lebong Tandai, Provinsi Bengkulu.

Baca Juga: Kisah Presiden Soeharto Diberi Hadiah Pedang Emas dari Sosok Raja Arab Ini

Penemuan cebakan emas lainnya yaitu di daerah Banten Selatan yang dikenal sebagai tambang emas Cikotok milik PT Aneka Tambang.

Disamping itu pula terdapat penemuan-penemuan cebakan emas lainnya dalam jumlah yang relatif kecil.

Pada tahun 1939, produksi logam emas total tercatat sebesar 2,5 ton, yang setengahnya berasal dari Lebong Tandai.

Selama Perang Dunia II, semua tambang emas tersebut ditutup dan sesudah perang hanya beberapa tambang yang dibuka kembali termasuk Tambang Emas Cikotok.

Produksi emas sejak berakhirnya Perang Dunia II sampai pertengahan tahun 1980-an tidak menunjukkan peningkatan yang berarti.

Produksi total yang tercatat pada tahun 1985 berjumlah sekitar 2,6 ton, dengan lebih dari 90% dari jumlah tersebut merupakan produk sampingan konsentrat tembaga yang dihasilkan PT Freeport Indonesia di Papua (dahulu Irian Jaya), sedangkan sisanya berasal dari produksi PT Aneka Tambang di Cikotok.

Freeport: Perusahaan Penambang Emas Terbesar di Indonesia

Freeport adalah perusahaan multinasional asal Amerika Serikat yang bergerak di bidang pertambangan.

Freeport mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1967 dengan mendapatkan kontrak karya dari pemerintah untuk mengeksplorasi dan menambang emas, tembaga, dan perak di daerah Ertsberg, Papua.

Pada tahun 1988, Freeport menemukan cebakan emas dan tembaga raksasa di daerah Grasberg, yang merupakan salah satu tambang emas terbesar di dunia.

Freeport menjadi perusahaan penambang emas terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai ratusan ton per tahun.

Pada tahun 2019, Freeport mencatatkan produksi emas sebesar 482 ribu ons (14,9 ton) dan tembaga sebesar 557 juta pon (252 ribu ton).

Freeport juga memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia melalui pembayaran pajak, royalti, dividen, dan CSR.

Namun, keberadaan Freeport juga menimbulkan berbagai masalah dan kontroversi, seperti dampak lingkungan, hak asasi manusia, konflik sosial, dan renegosiasi kontrak karya.

Pada tahun 2018, pemerintah Indonesia berhasil mengambil alih mayoritas saham Freeport melalui PT Inalum (Indonesia Asahan Aluminium) dengan harga 3,85 miliar dolar AS.

Dengan demikian, pemerintah Indonesia memiliki kendali penuh atas pengelolaan tambang emas Grasberg.

Artikel Terkait