Intisari-online.com - Anda tahu siapa orang pertama yang menemukan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang ada di Papua?
Namanya Jean Jacques Dozy, seorang geolog dari Belanda yang juga salah satu ahli pemotretan geologi pertama di dunia.
Inilah kisah perjalanan dan penemuan Dozy yang mengubah sejarah pertambangan di Indonesia.
Ekspedisi Cartensz 1936
Pada tahun 1936, Dozy bekerja sebagai kepala ahli geologi minyak dan bumi di Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM), sebuah perusahaan minyak Belanda yang beroperasi di Papua Barat.
Saat itu, ia membaca sebuah berita bahwa Jepang ingin mendaki Puncak Cartensz, gunung tertinggi di Papua yang memiliki gletser permanen.
Dozy merasa tidak suka dengan rencana Jepang itu, karena ia khawatir mereka akan memperluas wilayah jajahannya.
Dozy kemudian mengajak dua rekannya, A.H. Colijn dan F.J. Wissel, untuk melakukan ekspedisi Cartensz dan menjadi orang Belanda pertama yang mencapai puncak gunung tersebut.
Colijn adalah manajer anak perusahaan Royal Ducth Shell, sementara Wissel adalah pilot angkatan laut Belanda yang kemudian bekerja di Perusahaan Minyak Batavia (BPM).
Mereka bertiga berangkat dari Babo pada 23 Oktober 1936 dengan kapal Albatros menuju Aika, sebuah wilayah terisolir yang menjadi gudang timah.
Di sana, mereka menerima pasokan logistik yang diterjunkan oleh Wissel dari pesawat udara amfibi Sikorsky.
Mereka kemudian mendaki Puncak Cartensz dengan dibantu oleh 38 orang dari Kalimantan, meskipun hanya beberapa yang kuat bertahan karena medan yang terjal.
Baca Juga: Kesaktian Sosok Pangeran Purbaya, Putra Mahkota Sakti Mataram Islam Penantang Belanda
Penemuan Ertsberg dan Grasberg
Di ketinggian 4.000 meter, ketiganya mencapai padang rumput sesuai dengan yang mereka lihat saat melakukan survei udara sebelumnya.
Di situlah Dozy menemukan sebuah gunung aneh yang ditutupi oleh batuan hitam kokoh berbentuk piramida.
Ia menyebutnya Ertsberg, yang dalam bahasa Belanda berarti "Gunung Bijih".
Dengan mata telanjang, ia bisa mengenali bahwa batuan itu mengandung bijih tembaga, karena berkilauan dengan warna hijau dan biru.
Dozy juga menemukan sebuah gunung lain yang tidak memiliki pepohonan sama sekali. Ia menyebutnya Grasberg, yang berarti "Gunung Rumput".
Ia tidak menyadari saat itu bahwa Grasberg juga merupakan tambang emas dan tembaga raksasa yang lebih besar dari Ertsberg.
Dozy kemudian mengambil beberapa contoh batuan dari Ertsberg dan mengirimkannya ke laboratorium untuk dianalisis.
Hasil analisis menunjukkan bahwa Ertsberg mengandung tembaga sebesar 4% dan emas sebesar 1 gram per ton.
Ini merupakan konsentrasi yang sangat tinggi untuk ukuran tambang.
Laporan Dozy dan Kontrak Karya Freeport
Baca Juga: Bikin Penasaran, Inilah Sosok Yang Memegang Saham Mayoritas PT Freeport Indonesia
Pada tahun 1939, Dozy menerbitkan laporan tentang penemuannya di Jurnal Geologi Leiden.
Namun, laporan itu tidak mendapat perhatian karena Perang Dunia II telah meletus dan menghentikan semua kegiatan eksplorasi mineral di Papua.
Laporan Dozy pun tergeletak begitu saja di perpustakaan universitas.
Baru pada tahun 1959, laporan Dozy ditemukan kembali oleh Jan van Gruisen, seorang insinyur pertambangan OBM, sebuah perusahaan tambang Belanda yang mencari nikel di Papua karena perusahaannya di Kalimantan dan Sulawesi telah dinasionalisasi oleh pemerintahan Soekarno.
Gruisen kemudian menghubungi temannya, Forbes Wilson, seorang insinyur pertambangan asal Amerika Serikat, yang bekerja di Freeport Sulphur (nama awal Freeport McMoRan).
Wilson tertarik dengan laporan Dozy dan memutuskan untuk mencari Ertsberg bersama dengan timnya. Setelah mengalami berbagai kesulitan dan bahaya, mereka akhirnya menemukan kembali Ertsberg pada tahun 1960.
Mereka juga menemukan Grasberg, yang ternyata memiliki cadangan emas dan tembaga yang jauh lebih besar dari Ertsberg.
Pada tahun 1967, Freeport Sulphur menandatangani kontrak karya pertambangan pertama dengan pemerintah Indonesia untuk mengelola tambang Ertsberg dan Grasberg di Irian Barat (nama Papua saat itu).
Kontrak itu kemudian diperpanjang dan direvisi beberapa kali hingga saat ini.
Freeport Indonesia menjadi salah satu perusahaan tambang terbesar dan terkaya di dunia, dengan produksi emas dan tembaga yang mencapai jutaan ton per tahun.
Nasib Dozy dan Papua
Sementara itu, Dozy sendiri tidak pernah kembali ke Papua setelah ekspedisi Cartensz.
Baca Juga: Sosok Harmoko, Pria yang Pernah Dicibir Soeharto tapi Akhirnya Jadi Penentu Nasibnya
Ia melanjutkan karirnya sebagai geolog dan fotografer, serta menulis beberapa buku tentang geologi dan sejarah. Ia meninggal pada tahun 2004 di usia 96 tahun.
Dozy merasa kecewa dengan pemanfaatan tambang emas dan tembaga oleh Freeport dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat Papua.
Ia mengatakan bahwa ia tidak pernah bermaksud untuk menemukan tambang tersebut, melainkan hanya ingin mendaki gunung.
Juga mengatakan bahwa ia tidak pernah mendapat keuntungan apapun dari penemuannya, karena ia hanya seorang pegawai negeri sipil yang bekerja untuk pemerintah Belanda.
Dozy berharap bahwa tambang emas dan tembaga di Papua bisa memberikan manfaat bagi rakyat Papua dan Indonesia, serta menjaga kelestarian alam dan budaya Papua.
Berharap bahwa konflik dan ketidakadilan yang terjadi di Papua bisa diselesaikan dengan damai dan dialog.