Intisari-online.com - Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah raja Kesultanan Mataram yang berkuasa pada tahun 1613-1645 M.
Di bawah kepemimpinannya, Mataram mencapai puncak kejayaan dan hampir menguasai seluruh Pulau Jawa.
Salah satu wilayah yang belum dikuasai oleh Mataram adalah Batavia, yang merupakan markas VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Belanda di Nusantara.
Sultan Agung menganggap VOC sebagai ancaman dan penghalang untuk menguasai Banten, salah satu kerajaan saingan Mataram di Jawa.
Selain itu, VOC juga sering mengganggu kapal-kapal dagang Mataram yang akan berlayar ke Malaka, salah satu pusat perdagangan di Asia Tenggara.
Oleh karena itu, Sultan Agung berambisi untuk mengusir VOC dari Jawa dengan menyerang Batavia.
Pada tahun 1628, Sultan Agung mengirimkan pasukan Mataram yang dipimpin oleh Mandurareja dan Upa Santa untuk menyerbu Batavia.
Pasukan Mataram berjumlah sekitar 10.000 orang, sementara pasukan VOC hanya sekitar 120 orang yang dipimpin oleh Jacob van der Plaetten.
Namun, serangan Mataram gagal karena kurangnya persiapan, persenjataan, dan logistik.
Pasukan Mataram juga mengalami kelelahan, penyakit, dan kematian akibat perjalanan yang jauh dan sulit.
VOC berhasil mempertahankan bentengnya dengan menggunakan meriam dan senapan yang lebih canggih.
Setelah mengalami kegagalan pada serangan pertama, Sultan Agung tidak menyerah dan melancarkan serangan kedua pada tahun 1629.
Kali ini, pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya.
Pasukan Mataram berjumlah sekitar 20.000 orang, sementara pasukan VOC hanya sekitar 150 orang yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.
Namun, serangan kedua ini juga gagal karena alasan yang sama dengan serangan pertama. Pasukan Mataram tidak mampu menembus pertahanan VOC yang kuat dan terorganisir.
Kegagalan dua kali ini membuat Sultan Agung sangat marah dan kecewa.
Ia menyalahkan para jenderalnya yang dianggap tidak kompeten dan tidak setia.
Ia pun memerintahkan untuk mengeksekusi dua jenderalnya, yaitu Mandurareja dan Bahureksa, dengan cara yang sangat kejam.
Mandurareja dipenggal kepalanya, sementara Upa Santa ditusuk dengan keris di depan umum.
Namun, eksekusi tersebut menyebabkan kesalahpahaman karena keduanya merupakan keturunan yang membantu Panembahan Senopati membangun Mataram.
Sultan Agung tak mau bertanggung jawab atas kesalahan tersebut, karena menurutnya yang seharusnya dieksekusi mati adalah para pengikutnya.
Kegagalan serangan Mataram terhadap VOC di Batavia memiliki dampak yang besar bagi sejarah Nusantara.
Baca Juga: Sosok Jan Pieterzoon Coen, Gubernur Jenderal VOC yang Menghancurkan Jepara
VOC berhasil memperluas pengaruhnya dengan mengakuisisi dataran tinggi Priangan dan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Mataram, seperti Tegal, Kendal, dan Semarang.
VOC juga berhasil menjalin persekutuan dengan kerajaan-kerajaan lain yang menjadi musuh Mataram, seperti Surabaya, Madura, dan Bali.
Sementara itu, Mataram mengalami kemunduran dan krisis internal yang berujung pada pecahnya kerajaan menjadi dua, yaitu Mataram Surakarta dan Mataram Yogyakarta.
Demikianlah artikel yang saya buat dengan judul Kemarahan Sultan Agung Mataram Eksekusi Dua Jenderalnya Gara-Gara Gagal Merebut Batavia.