Namun, pada tanggal 8 Maret 1942, pasukan Jepang berhasil merebut Lembang dan mengancam untuk mengebom Bandung jika pasukan Belanda tidak menyerah.
Pada saat yang bersamaan, di Kalijati, Subang, Jawa Barat, terjadi perundingan antara pihak Jepang dan Belanda.
Pihak Jepang diwakili oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura dan Kolonel Toshinari Shōji, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan Panglima Tertinggi Hein ter Poorten.
Perundingan ini berlangsung di sebuah hanggar di Lapangan Udara Kalijati, yang sebelumnya direbut oleh Jepang dari Belanda.
Hasil perundingan ini adalah penyerahan tanpa syarat pemerintah Hindia Belanda kepada Jepang.
Perjanjian ini ditandatangani oleh kedua pihak pada pukul 10.30 pagi.
Dengan demikian, perang antara pemerintah Hindia Belanda dan Jepang di Pulau Jawa berakhir.
Jepang berhasil menguasai seluruh wilayah Hindia Belanda dalam waktu kurang dari tiga bulan.
Pemerintah kolonial Belanda yang telah berkuasa selama lebih dari 300 tahun di Indonesia pun runtuh.
Jepang menggantikan Belanda sebagai penguasa baru di Indonesia, dengan membawa slogan "Asia untuk Asia" dan "Tiga A" (Asia Raya, Asia Berdaulat, Asia Sejahtera).
Namun, apakah Jepang benar-benar membawa kemakmuran bagi Indonesia? Ataukah Jepang hanya mengganti tirani Belanda dengan tirani baru?
Pertempuran sengit antara pemerintah Hindia Belanda dan Jepang di Pulau Jawa memiliki dampak yang besar bagi sejarah Indonesia.
Pertama, pertempuran ini menunjukkan bahwa Belanda bukanlah penguasa yang abadi dan tak terkalahkan.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR