Dia kembali menjadi perdana menteri pada tahun 1992, dan kali ini dia lebih terbuka untuk berdialog dengan Palestina.
Baca Juga: Perjanjian Sykes-Picot, Pembagian Wilayah Israel dan Palestina yang Memicu Konflik Berkepanjangan
Pada tahun 1993, Rabin menandatangani Kesepakatan Oslo, sebuah perjanjian damai sementara dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang dipimpin oleh Yasser Arafat.
Kesepakatan tersebut mengakui hak Palestina untuk memiliki otonomi di sebagian wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan mengharuskan Israel untuk mundur secara bertahap dari wilayah-wilayah tersebut.
Kesepakatan tersebut juga menetapkan kerangka kerja untuk negosiasi-negosiasi lanjutan tentang isu-isu final, seperti status Yerusalem, pengungsi Palestina, dan perbatasan.
Atas upayanya untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah, Rabin dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1994, bersama dengan Arafat dan Shimon Peres, menteri luar negeri Israel saat itu.
Namun, tidak semua orang di Israel mendukung langkah-langkah Rabin.
Ada kelompok-kelompok Yahudi ekstremis yang menentang kesepakatan Oslo dan menganggap Rabin sebagai pengkhianat.
Pada tanggal 4 November 1995, Rabin dibunuh oleh seorang nasionalis Yahudi bernama Yigal Amir, yang menembaknya di belakang setelah dia menghadiri sebuah rapat umum untuk perdamaian di Tel Aviv.
Para Rabi Israel yang mendukung Palestina adalah mereka yang memiliki pandangan berbeda dengan mayoritas orang Yahudi yang pro-Israel.
Mereka berpegang pada prinsip-prinsip agama, moral, dan kemanusiaan yang menuntut mereka untuk berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Mereka berani bersuara dan beraksi untuk Palestina, meskipun harus menghadapi risiko dan tantangan dari pihak-pihak yang menentang mereka.
Mereka adalah contoh nyata dari orang-orang yang berusaha untuk mewujudkan perdamaian dan harmoni di antara umat beragama.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR