Kelompok-kelompok ini melakukan berbagai aksi protes, demonstrasi, dan pemberontakan terhadap pemerintah RI yang telah menyetujui perjanjian Renville.
Beberapa contoh aksi-aksi tersebut antara lain adalah Pemberontakan Madiun pada September 1948, yang dipimpin oleh PKI, Pemberontakan APRA pada Januari 1950, yang dipimpin oleh Raymond Westerling, dan Pemberontakan PRRI/Permesta pada 1958, yang dipimpin oleh beberapa tokoh militer dan sipil.
Dengan demikian, Indonesia harus menghadapi krisis sosial yang mengancam stabilitas dan kesatuan bangsa.
Alasan Perjanjian Renville Gagal Menyelesaikan Konflik antara Indonesia dan Belanda
Perjanjian Renville gagal menyelesaikan konflik antara Indonesia dan Belanda karena beberapa alasan, antara lain:
- Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia, sehingga banyak tokoh RI yang tidak lagi percaya pada Perdana Menteri RI saat itu Amir Syarifuddin yang telah menyetujui perjanjian tersebut.
Amir Syarifuddin dianggap sebagai pengkhianat yang telah menjual kemerdekaan Indonesia kepada Belanda.
Amir Syarifuddin juga dianggap sebagai boneka Belanda yang telah dipengaruhi oleh Komisi Tiga Negara, terutama oleh Amerika Serikat, yang memiliki kepentingan ekonomi dan politik di Indonesia.
Amir Syarifuddin juga dianggap sebagai sosialis yang telah mengabaikan aspirasi nasionalis dan agamis di Indonesia.
Amir Syarifuddin akhirnya harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri RI dan digantikan oleh Hatta, yang lebih dapat diterima oleh tokoh-tokoh RI.
- Perjanjian Renville tidak dihormati oleh Belanda, yang terus melakukan provokasi dan agresi militer terhadap Indonesia.
Belanda tidak puas dengan perjanjian Renville, karena mereka menganggap perjanjian ini sebagai perjanjian sementara yang masih harus ditindaklanjuti dengan perjanjian yang lebih menguntungkan bagi mereka.
Belanda juga tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia secara penuh dan berdaulat, melainkan hanya mau mengakui Indonesia sebagai negara persepemakmuran yang sejajar dengan Belanda.
Belanda juga tidak mau menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara Indonesia, melainkan hanya mau menyerahkannya kepada negara-negara bagian yang pro-Belanda.
Belanda juga tidak mau mengadakan pemilihan umum untuk
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR