Serangan ini juga gagal karena pasukan Blambangan dibantu oleh pasukan Bali dan Belanda.
Belanda, yang saat itu sudah memiliki benteng di Batavia, melihat Blambangan sebagai sekutu potensial untuk mengimbangi kekuatan Mataram.
Belanda juga tertarik dengan sumber daya alam Blambangan, seperti lada, emas, dan kayu.
Serangan ketiga terjadi pada tahun 1677, ketika Amangkurat I meninggal dan digantikan oleh putranya, Amangkurat II.
Amangkurat II menghadapi pemberontakan dari saudaranya, Pangeran Puger, yang kemudian menjadi raja Mataram dengan nama Pakubuwana I.
Amangkurat II meminta bantuan Belanda untuk menghadapi pemberontakan ini, dengan imbalan memberikan wilayah Blambangan kepada Belanda.
Belanda pun menyetujui permintaan ini dan mengirim pasukan untuk menyerang Blambangan.
Serangan ini berhasil menguasai sebagian besar wilayah Blambangan, kecuali daerah Bayu, yang menjadi pusat perlawanan Blambangan.
Di sini, raja Blambangan, bersama dengan ratusan prajuritnya, melakukan puputan atau perang bunuh diri melawan pasukan Belanda.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1679 dan dikenal sebagai Puputan Bayu, yang menjadi titik akhir perlawanan Blambangan.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR