Selama berada di Belanda, selain menjadi mahasiswa, Jusuf juga terlibat dalam gerakan bawah tanah untuk menentang fasisme pemimpin Nazi Jerman, Hitler, pada 1943-1944.
Selain itu, ia juga menjadi wartawan dari harian De Waarhaid milik Partai Komunis Belanda.
Setelah pendidikannya selesai pada 1947, Jusuf memutuskan kembali ke Tanah Air dan bekerja pada Kementerian Pertahanan di Yogyakarta.
Kemudian, Jusuf bergabung dengan Partai Komunis Indonesia sebagai wakil PKI di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 1951.
Namun, karena Jusuf merasa sistem politik yang ada di PKI tidak sesuai dengan karakternya, ia memutuskan loncat ke Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 1954.
Sejak masuk PNI, karier politik Jusuf mengalami perkembangan.
Mulai dari menjadi anggota pengurus pusat, anggota parlemen, direktus, bahkan menjadi presiden direktur Bank Negara Indonesia (BNI).
Puncak kariernya terjadi ketika ia menjabat sebagai Menteri Urusan Bank Sentral sekaligus merangkap sebagai Gubernur Bank Indonesia tahun 1963.
Tersandung kasus korupsi
Selama menjabat sebagai menteri, Jusuf berhasil mengintegrasi seluruh bank pemerintah ke dalam satu bank besar bernama Bank Negara Indonesia (BNI) agar lebih mudah digunakan.
Sayangnya, di balik kesuksesannya tersebut, Jusuf diisukan gemar bermain perempuan.
Menurut kabar yang beredar, Jusuf memilki enam istri.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR