Syawalan memiliki makna sebagai pertemuan yang telah direncanakan oleh beberapa orang atau bahkan oleh sekelompok masyarakat.
Di mana kelompok tersebut akan bertemu dan melakukan silaturahmi yang berisi ikrar untuk saling memaafkan satu sama lain dan memulai kehidupan baru yang lebih baik.
Tujuannya agar situasi di masa depan dapat menjadi lebih tentram.
Pertemuan syawalan tersebut, dilaksanakan utamanya pada bulan syawal setelah bulan Ramadhan usai.
Bulan Syawal merupakan bulan kesepuluh pada kalender tahun Hijriyah.
Syawalan disebut juga sebagai tradisi halal bi halal, di mana orang-orang akan berkumpul dan mendatangi rumah orang-orang yang mereka kenal untuk meminta maaf pada pemilik rumah, kemudian pemilik rumah pun akan menyambut para tamu dan saling memaafkan.
5. Tradisi Popokan
Tradisi popokan ini masih lestari hingga saat ini dan berawal dari sebuah cerita mengenai seekor harimau.
Konon suatu ketika di Desa Sendang di daerah Jawa Tengah, masyarakat diteror oleh kemunculan dari seekor harimau. Kemunculan hewan tersebut mengusik ketentraman masyarakat.
Dikarenakan masyarakat merasa terganggu, berbagai cara maupun senjata pun telah dikerahkan oleh masyarakat setempat untuk mengusir harimau tersebut, akan tetapi selalu gagal.
Lalu munculah seorang pemuka agama yang memberikan saran agar masyarakat setempat tidak mengusir harimau tersebut dengan kekerasan. Saran tersebut kemudian diikuti oleh masyarakat setempat.
Masyarakat kemudian memopok atau melempari harimau tersebut dengan menggunakan lumpur sawah, kemudian harimau tersebut pun pergi.
Sejak kejadian tersebut, tradisi popokan atau tradisi untuk saling melempar lumpur sawah pun sering digelar.
Tradisi popokan memiliki tujuan untuk menjauhkan kejahatan dan menolak bala yang datang ke daerah Desa Sendang.
Di samping itu, tradisi popokan ini juga menjadi wujud dari rasa syukur yang dirasakan oleh masyarakat kepada sang pencipta dikarenakan telah memberikan keselamatan.
Masyarakat pun mempercayai, bahwa lumpur yang dilemparkan memiliki banyak keberkahan, karenanya alih-alih merasa marah, masyarakat justru senang ketika terkena lemparan lumpur sawah.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR