Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan nikel Indonesia saat ini mencapai 72 juta ton Ni.
Jika diasumsikan produksi nikel Indonesia tetap konstan sebesar 760 ribu ton Ni per tahun, maka cadangan nikel Indonesia akan habis dalam waktu sekitar 95 tahun.
Namun, asumsi tersebut tentu saja tidak realistis.
Produksi nikel Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti permintaan pasar, kebijakan pemerintah, investasi smelter, dan teknologi penambangan.
Selain itu, cadangan nikel juga bukan angka statis yang tidak berubah.
Cadangan nikel dapat bertambah atau berkurang tergantung pada eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan.
Salah satu faktor yang dapat mempercepat habisnya cadangan nikel Indonesia adalah kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah yang diberlakukan sejak Januari 2020.
Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong hilirisasi industri nikel di dalam negeri, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, kebijakan ini juga berdampak pada meningkatnya produksi smelter nikel di Indonesia, yang sebagian besar didominasi oleh perusahaan asing asal China.
Menurut Asosiasi Pengusaha Nikel Indonesia (APNI), saat ini ada sekitar 50 smelter nikel yang beroperasi di Indonesia dengan kapasitas total sekitar 27 juta ton bijih nikel per tahun.
Jika seluruh smelter tersebut beroperasi penuh, maka produksi nikel Indonesia dapat mencapai 2 juta ton Ni per tahun.
Baca Juga: Indonesia vs China, Siapa yang Lebih Diuntungkan dari Bisnis Nikel?
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR