Intisari-online.com - Nikel adalah salah satu komoditas yang sangat dibutuhkan oleh industri baterai kendaraan listrik.
Karena merupakan sektor yang sedang berkembang pesat di dunia.
Indonesia dan China adalah dua negara yang memiliki hubungan bisnis yang erat dalam hal nikel, baik sebagai produsen maupun konsumen.
Namun, siapa sebenarnya yang lebih diuntungkan dari bisnis nikel ini?
Indonesia adalah negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 760 ribu ton pada tahun 2020.
Indonesia juga merupakan eksportir nikel terbesar ke China, yang merupakan negara dengan permintaan nikel terbesar di dunia.
Pada tahun 2020, Indonesia mengekspor 30,4 juta ton bijih nikel ke China, meningkat 101% dari tahun sebelumnya.
Namun, Indonesia tidak hanya ingin menjadi penjual bahan mentah nikel, melainkan juga ingin mengembangkan industri hilir nikel.
Yaitu pengolahan dan pemurnian nikel menjadi produk bernilai tambah, seperti nikel matte, feronikel, dan baterai kendaraan listrik.
Untuk itu, Indonesia menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah sejak Januari 2020, yang bertujuan untuk mendorong investasi dalam industri hilir nikel di dalam negeri.
Kebijakan ini ternyata mendatangkan banyak investor asing, terutama dari China, yang ingin membangun pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Indonesia.
Baca Juga: Indonesia Punya Cadangan Nikel Terbanyak Dunia, Ini Alasannya China Sangat Menginginkannya
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ada 50 perusahaan yang telah mendapatkan izin untuk membangun pabrik smelter nikel di Indonesia, dengan total kapasitas mencapai 71 juta ton per tahun.
Dari jumlah tersebut, sekitar 70% berasal dari China.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Indonesia dan China sama-sama diuntungkan dari bisnis nikel.
Indonesia bisa meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alamnya.
Bisa menciptakan lapangan kerja baru, dan mengurangi ketergantungan pada impor produk hilir nikel.
Sementara itu, China bisa memastikan pasokan nikel yang stabil dan murah untuk industri baterai kendaraan listriknya, yang merupakan salah satu prioritas pembangunan nasionalnya.
Namun, ada juga beberapa tantangan dan risiko yang harus dihadapi oleh kedua negara.
Indonesia harus memastikan bahwa investasi asing dalam industri hilir nikel tidak merugikan kepentingan nasionalnya.
Misalnya dengan menetapkan aturan-aturan yang mengatur soal lingkungan hidup, tenaga kerja lokal, transfer teknologi, dan keseimbangan neraca perdagangan.
Sementara itu, China harus berhati-hati terhadap kemungkinan perubahan kebijakan pemerintah Indonesia yang bisa mempengaruhi bisnis nikelnya.
Baca Juga: Jumlah Nikel Indonesia Terbanyak di Dunia, Mungkinkah Menjadi Harapan Masa Depan Dunia ?
Misalnya dengan diversifikasi sumber pasokan nikel dari negara-negara lain atau dengan meningkatkan kerjasama dengan negara-negara produsen baterai kendaraan listrik lainnya.