Namun sayangnya, selama berkuasa, Sunan Prawoto dinilai lebih sibuk bekerja sebagai ahli agama dibanding pemimpin Kerajaan Demak.
Alhasil, daerah-daerah di bawah naungan Kerajaan Demak mulai melepaskan diri, yang kemudian berdampak pada mundurnya kerajaan.
Buntut dari peristiwa ini ialah terjadinya perang saudara.
Sunan Prawoto terlibat perang dengan sepupunya, Arya Penangsang.
Arya Penangsang adalah putra dari Pangeran Sekar Seda Lepen, yang merupakan kakak kandung dari Sultan Trenggono.
Sewaktu Sunan Prawoto menjadi raja, Arya Penangsang merasa dirinya jauh lebih pantas untuk menduduki kekuasaan.
Penolakan Arya Penangsang terhadap penobatan Sunan Prawoto juga didorong oleh rasa dendamnya terhadap kematian sang ayah.
Arya Penangsang kemudian balas dendam dengan cara berusaha merebut kekuasaan Kerajaan Demak dari Sunan Prawoto.
Perang saudara di Kerajaan Demak berlangsung sejak 1546 hingga 1549.
Perang saudara ini baru berakhir setelah Arya Penangsang mengalami kekalahan, lebih tepatnya kekalahan dari Hadiwijaya dari Pajang.
Pemindahan ibu kota
Perang saudara yang terjadi antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang mendapat kecaman dari Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya.
Sultan Hadiwijaya adalah menantu Sultan Trenggono.
Joko Tingkir bersama dengan Ki Gede Pemanahan dan Ki Panjawi melakukan sejumlah usaha untuk merebut kekuasaan Kerajaan Demak dari Arya Penangsang.
Hingga pada akhirnya, Joko Tingkir, Ki Gede Pemanahan, dan Ki Panjawi berhasil mengalahkan Arya Penangsang di Jipang Panolan.
Pada 1568, Joko Tingkir naik tahta sebagai Raja Demak dan memindahkan ibu kota Demak ke wilayah Pajang.
Pemindahan ibu kota inilah yang menjadi titik awal runtuhnya Kerajaan Demak.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR