Faktor yang menyebabkan kerajaan aceh mengalami kemunduran pada abad ke-17 ialah konflik internal dan invasi Belanda.
Intisari-Online.com -Ada sejumlah faktor yang menyebabkan Kerajaan Aceh mengalami kemunduram pada abad ke-17.
Kemunduran itu berasal dari faktor internal juga faktor eksternal.
Kita tahu, Kerajaan Aceh alias Kesultanan Aceh merupakan salah kerajaan Islam yang pernah eksis di ujur barat Pulau Sumatera.
Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaannya di masaSultan Iskandar Muda (1607-1636).
Tapi setelah Iskandar Muda turun takhta, beragam persoalan menerpa kerajaan yang merupakan salah satu yang terkuat di jalur perdagangan Selat Malaka ini.
Kerajaan Acehmengalami keruntuhan yang disebabkan oleh konflik internal dan krisis kepemimpinan.
Tak hanya itu, invasi Belanda ke Aceh menjadi salah satu penyebab kemunduran Kesultanan Aceh hingga akhirnya runtuh pada awal 1900-an.
Konflik Internal
Salah satu faktor yang membuat Kesultanan Aceh mengalami kemunduran adalah krisis kepemimpinan.
Setelah meninggalnya Sultan Iskandar Muda pada 1636, Kesultanan Aceh mengalami konflik internal.
Konflik tersebut terjadi hingga Sultan Mahmudsyah naik takhta pada 1870.
Raja ini memerintah Kerajaan Aceh cuma sebentar, yakni hingga 1874.
Ketika itu invasi Belanda ke wilayah Kesultanan Aceh memperparah permasalahan di dalamnya.
Selain itu, permasalahan di Kesultanan Aceh diperparah dengan adanya perang saudara.
Salah satunya terjadi pada era kepemimpianan Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824).
Traktaat Sumatera
Permasalah lain yang menyebabkan Kesultanan Aceh melemah adalah lahirnya Traktaat Sumatera pada 1871.
Dalam Traktaat Sumatera disebutkan bahwa Inggris wajib melepaskan diri dari segala urusan politik dan kebijakan Belanda di Sumatera.
Traktaat Sumatera ini merupakan revisi dari Traktaat London yang dibuat pada 1824.
Dalam Traktaat London, Inggris memiliki hak melindungi Aceh dari serangan bangsa mana pun.
Traktaat London ini merupakan bentuk kerja sama antara Kesultanan Aceh dengan Inggris.
Namun, setelah direvisi dan muncul Traktaat Sumatera, Kesultanan Aceh terancam akan diinvasi Belanda.
Sejak saat itulah, Belanda mulai menginvasi Kesultanan Aceh pada 1873.
Hal itu menjadi awal dari Perang Aceh.
Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menginvasinya pada Maret 1873.
Sebelumnya, Belanda memulai dengan memberikan ancaman politik kepada Kesultanan Aceh.
Namun, awal invasi yang dilakukan Belanda pada 1873, mengalami kegagalan.
Setelah itu, Belanda kembali menginvasi Aceh pada 1883, 1892, dan 1893.
Ketika pecah konflik Belanda-Kesultanan Aceh, Sultan Muhammad Daud Syah II meminta Rusia untuk memberikan status protektorat pada 1879 dan 1898.
Namun, permintaan dari Kesultanan Aceh tersebut ditolak oleh penguasa Rusia.
Pada 1896, Belanda menyelundupkan Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden untuk membantu menaklukkan Aceh.
Snouck Hurgronje yang saat itu mendapat kepercayaan dari banyak tokoh pejuang Aceh memberikan saran kepada Belanda.
Dia menyarankan Belanda untuk merangkul para Uleebalang (kepala pemerintahan di dalam Kesultanan Aceh).
Setelah berhasil merangkul golongan Uleebalang, Snouck Hurgronje menyarankan Belanda untuk segera menghabisinya.
Strategi tersebut berhasil hingga membuat Sultan Muhammad Daud Syah II menyerahkan diri kepada Belanda pada 1903.
Sultan Muhammad Daud Syah II menyerahkan diri karena sebelumnya Belanda berhasil menculik keluarganya.
Setelah itu, beberapa pejuang Aceh, seperti Panglima Polem Muhammad Daud, Tuanku Raja Keumala, dan Tuanku Mahmud, juga menyerahkan diri kepada Belanda.
Hal itulah membuat Kesultanan Aceh runtuh dan menjadikan Belanda menguasai Aceh.