Sekonyong-konyong, pagar itu merendah sebentar, untuk memberi kesepata kepada Raden Pabelan, lalu meninggi lagi.
Sialnya, saat hendak pulang, Pabelan gagal merendahkan tembok itu, ayahnya rupanya memberi mantra yang salah.
"Pabelan lalu memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya, dan bercumbu rayu demgam putri itu selama tujuh hari tujuh malam," tulis De Graaf.
Kejadian itu akhirnya diketahui oleh salah seorang pelayan yang langsung melaporkannya kepada Sultan Pajang.
Tanpa pikir panjang, Sultan langsung memerintahkan dua panglima tamtama, Wirakerti dan Suratanu, menangkap Pabelan.
Dua panglima itu membawa serta 22 prajurit.
Wirakerti yang cerdik berhasil memancing Pabelan.
Begitu Pabelan keluar, dia langsung menusuk keponakan Senopati itu hingga tewas.
Jenazah Pabelan lalu dilemparkan ke Sungai Laweyan.
Tumenggung Mayang juga kena getahnya, dia dibuang ke Semarang dengan dikawal 80 mantri Pajang dan seribu orang.
Tak lama berselang, istri Mayang, langsung mengirim utusan kepada Senopati, memberitahukan soal kabar dibuangnya Tumenggung Mayang.
Senopati tentu sangat marah.
Dia lalu menyeru kepada mantri-mantrinya untuk menyelamatkan adik iparnya, bagaimanapun caranya.
Mantri-mantri loyalis Senopati itu berhasil menghadang rombongan dari Pajang di sekitar Jatijajar, dekat Ungaran, dan langsung menyerang rombongan itu.
Rombongan Pajang banyak yang terbunuh, ada yang terluka dan melarikan diri.
Tumenggung Mayang sendiri berhasil dibebaskan dan dibawa ke Mataram.
Mereka yang melarikan diri berhasil sampai ke Pajang dan langsung melaporkan apa yang sudah terjadi.
Sultan Pajang pun sadar, "Senapati in Alaga benar-benar memberontak, karena ia sudah memulai perlawanan."
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR