Dengan gabungan kekuatan ini, ia berhasil merebut kembali Keraton Plered dan mengejar Trunajaya hingga ke Kediri.
Pada tahun 1679, Amangkurat II berhasil menangkap dan membunuh Trunajaya dengan kerisnya sendiri.
Ia juga berhasil memadamkan pemberontakan-pemberontakan lain yang masih bergejolak di Jawa Timur.
Dengan demikian, ia mengembalikan kedaulatan Mataram atas wilayah-wilayah yang sempat hilang.
Namun, kemenangan Amangkurat II tidak berlangsung lama.
Ia harus menghadapi tantangan baru dari adiknya sendiri, Pangeran Puger, yang menolak mengakui keabsahannya sebagai raja Mataram.
Pangeran Puger mengklaim bahwa Amangkurat II bukanlah Raden Mas Rahmat yang asli, melainkan anak dari Cornelis Speelman, gubernur jenderal VOC, yang menyamar sebagai Raden Mas Rahmat.
Pangeran Puger mendapat dukungan dari sebagian besar rakyat Mataram yang tidak menyukai kebijakan-kebijakan Amangkurat II yang dianggap pro-Belanda.
Juga mendapat dukungan dari beberapa raja-raja bawahan Mataram yang merasa diperlakukan tidak adil oleh Amangkurat II.
Perang saudara antara Amangkurat II dan Pangeran Puger pun meletus pada tahun 1680.
Perang saudara ini berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun dan menyebabkan banyak kerusakan dan penderitaan bagi rakyat Mataram.
Baca Juga: Meskipun Letaknya Di Pedalaman, Mataram Kuno Sejatinya Juga Kerajaan Maritim
Amangkurat II terpaksa memindahkan ibu kota Mataram dari Keraton Plered ke Keraton Kartasura pada tahun 1680.
Ia juga terpaksa memberikan banyak konsesi kepada VOC sebagai imbalan atas bantuan mereka.
Amangkurat II meninggal dunia pada tahun 1703 dan digantikan oleh putranya, Amangkurat III.
Namun, perang saudara antara Kartasura dan Plered masih terus berlanjut hingga tahun 1708, ketika akhirnya tercapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
Demikianlah lanjutan artikel tentang kisah tragis Amangkurat I dan kelanjutannya di masa pemerintahan Amangkurat II.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR