Perdamaian antara VOC dan Amangkurat I terjadi setelah Mataram Islam gagal menyerang Batavia di masa Sultan Agung.
Intisari-Online.com -Mataram Islam akhirnya menjalin persabahatan dengan VOC usai mangkatnya Sultan Agung.
Selain diinisiasi oleh Amangkurat I, pengganti Sultan Agung, persahabatan ini juga melibatkan sosok panglima terbesar Mataram Islam.
Dialah Tumenggung Wiraguna.
Tawaran perdamaian pertama datang dari Amangkurat I.
Salah satu poin perdamaian itu adalah kesediaan untuk tukar menukar tawanan dan kerja sama lainnya.
Jawaban ajakan damai itu baru direspon VOC pada 19 Juli 1646, di mana kongsi datang tersebut mengakui keberadaan Sunan Mataram.
Untuk memuluskan kerja sama itu, Mataram Islam mengutus Tumenggung Wiraguna, panglima dan abdi dalem kesayangan Sultan Agung.
Wiraguna memang dikenal sebagai sosok yang arif dan cinta perdamaian.
Dia juga disebut-sebut menghendaki perdamaian dengan bangsa asing tersebut.
Mataram Islam sendiri sudah menjanjikan beberapa hadian untuk VOC.
Tak sekadar isapan jempol, setidaknya ada 200 gantang beras dan 20 ekor ayam jago yang dikirimkan Mataram Islam kepada VOC.
Untuk memastikan perdamaian berjalan lancar, Wiraguna mengajukan beberapa syarat kepada VOC.
Syaratnya, jika VOC mau berdamain, mereka harus mengirimkan utusan balasannya kembali.
VOC kemudian mengirimkan pejabatnya bernamaSebalt Wonderaer.
Tak hanya itu, VOC juga membebaskan sejumlah ulama yang selama ini menjadi tawanan mereka.
Di antaranya adalahKiai Haji dan Suracqsacksa.
VOCa juga membayarkan kembali 5.743 persen rial dan ditukarkan dengan tawanan-tawanan Belanda melalui perantaraan utusan-utusan Tumenggung Wiraguna.
Para utusan itu juga membawa batu mulia berupa intan yang elok.
Riwayat Tumenggung Wiraguna
Soal sepak terjang Tumenggung Wiraguna, penulis Belanda H.J. De Graaf menuliskannya agak panjang.
De Graaf menyebut Wiraguna sebagai sosok yang menarik.
Wiraguna tampil sebagai jenderal besar Mataram karena kesehatan Sultan Agung yang menurun.
Ketokohan Wiraguna memang tampak di akhir masa Sultan Agung yang gemilang.
Dia disebut banyak melakukan penaklukan di Jawa dengan klimaks upaya pengepungan kota benteng Batavia.
Kepopuleran Wiraguna muncul seiring dengan meredupnya karier Ngabei Dirantaka yang gagal memimpin ekspedisi melawan VOC di Batavia.
Wiraguna mulai tampil sebagai wakil utama Sultan Agung pada 1644.
Pihak Belanda mengenalnya sebagai jenderal utama, hakim tertinggi, dan penasehat utama Susuhunan Mataram.
Nama Tumenggung Wiraguna tertulis dalam surat-surat penting yang dikirimkan ke berbagai pihak di mancanegara.
Di Jambi dan Sukapura ditemukan bukti surat dari Mataram yang dibubuhi nama Wiraguna sebagai penasehat terdekat Raja Mataram.
Jadi memang Wiraguna adalah nama tokoh besar, orang kepercayaan Sultan Agung, yang tentu memiliki kekuasaan politik, ekonomi, sosial, dan militer yang luar biasa.
Ia hanya tunduk seorang pada Sultan Agung.
Latar belakang tokoh ini sangat gelap.
Namun bisa dirunut sejak ekspedisi penaklukan Madura babak pertama yang dipimpin Adipati Sujanapura.
Tokoh ini tewas dalam pertempuran.
Panembahan Juru Kiting yang sudah sepuh dikirim untuk menggantikan Sujanapura.
Nah, di misi kedua inilah Juru Kiting didampingi seseorang yang tidak disebut, namun memberi sumbangan besar keberhasilan ekspedisi ke Madura.
Orang inilah yang diduga kuat Wiraguna, yang keberhasilannya memikat Sultan Agung dan mengantarnya ke kedudukan yang lebih tinggi.
Sepinya catatan sejarah tentang Wiraguna dari sumber Jawa menunjukkan ia bukan seseorang yang gampang diterima lingkungan kerajaan yang penuh pergolakan internal.
Namun sebaliknya, ia orang yang paling dipercaya Sultan Agung di masa-masa akhir hidupnya.
Sebagai tangan kanan dan memiliki kekuasaan sangat besar, Wiroguno memiliki segala sumber daya untuk memonitor apa saja di wilayah Mataram.
Termasuk intrik pejabat dan polah tingkah keluarga serta anak keturunan Sultan Agung.
Wiraguna pulalah yang intens memantau perilaku putra mahkota, Pangeran Aryo Mataram, yang kelak marak sebagai Amangkurat I sepeninggal Sultan Agung.
Wiraguna menduduki jabatan tertinggi di Mataram di dua era, masa Sultan Agung dan awal Amangkurat I.
Ia pun mengetahui dan memahami secara utuh drama melibatkan putra mahkota dan intrik adiknya, Pangeran Alit, yang berebut posisi.
Putra mahkota yang masih berusia 18 tahun rupanya menculik dan merudapaksa istri tercantik Tumenggung Wiraguna.
Kejadian itu dilaporkan kubu Pangeran Alit ke Sultan Agung, ayah mereka.
Harapan Pangeran Alit, status putra mahkota akan dicabut dari kakaknya, dan jatuh ke tangan dirinya. Rupanya Sultan Agung tidak mengubah keputusannya.
Versi lain menyebut Wiraguna-lah yang mengadukan perilaku sang putra mahkota ke Sultan Agung.
Pengaduan itu membuat raja murka dan mengurung diri selama berminggu-minggu.
Inilah bibit-bibit kebencian pada diri putra mahkota terhadap Wiraguna.
Sesudah masalah ini ditangani raja, Wiraguna mengeksekusi istri cantiknya yang telah dicemari sang pangeran dan dikembalikan pada dirinya.
Dua puluh abdi dalem putra mahkota yang turut membantu penculikan dihukum mati.
Beberapa tokoh senior yang terlibat persekongkolan putra mahkota dan adiknya ini juga dihukum berat.
Apakah yang dimaksud istri cantik Wiraguna ini ada kaitan dengan Roro Mendut, tidak ada sumber tertulis dan penulis sejarah yang menguatkannya.