Intisari-online.com -Hewan legendaris Kebo Kyai Slamet, merupakan sebuah pusaka Keraton Kasunanan Surakarta yang memiliki cerita mistis dan menarik.
Kebo Kyai Slamet adalah sapi ajaib yang konon bisa berbicara dan mengobati penyakit.
Sapi ini juga menjadi lambang perlawanan Mataram Islam Surakarta terhadap penjajah Belanda.
Kebo Kyai Slamet berasal dari peristiwa pengungsian Paku Buwono II, raja kedua Mataram Islam Surakarta, ke Ponorogo pada tahun 1742.
Saat itu, Paku Buwono II menghadapi pemberontakan Cina di Batavia dan serangan Belanda di Semarang.
Ia pun meninggalkan keraton dan berlindung di Pondok Tegalsari, sebuah pesantren yang dipimpin oleh Kyai Hasan Beshari.
Dalam penelitian, berjudul Penelusuran Sejarah Kebo Bule "Kyai Slamet" di Keraton Surakarta dan Kelahiran Kesenian Kebo Bule sebagai Media Dakwah Islam di Ponorogo, oleh Rudianto.
Diceritakan setelah sampai di Ponorogo, Paku Buwono II bersemadi.
Dalam semadinya, dia mendapat petunjuk tentang benda pusaka bernama Kyai Slamet.
Kyai Slamet adalah sebuah tongkat kayu yang berisi ilmu gaib dan kekuatan spiritual.
Tongkat ini disimpan di sebuah gua yang dijaga oleh seekor sapi putih kemerah-merahan.
Baca Juga: Kisah Trunojoyo, Pahlawan Madura yang Gagal Hancurkan Mataram Islam
Paku Buwono II pun berangkat menuju gua tersebut bersama Kyai Hasan Beshari dan beberapa pengikutnya.
Di depan gua, mereka bertemu dengan sapi putih yang ternyata bisa berbicara.
Sapi itu menyambut Paku Buwono II dengan hormat dan memberitahu bahwa ia adalah pengawal Kyai Slamet.
Sapi itu juga mengatakan bahwa ia bersedia mengikuti Paku Buwono II sebagai tanda baktinya kepada raja Mataram Islam Surakarta.
Paku Buwono II pun masuk ke dalam gua dan mengambil tongkat Kyai Slamet.
Ia juga membawa sapi putih tersebut bersamanya.
Sapi itu kemudian diberi nama Kebo Kyai Slamet oleh Paku Buwono II.
Kebo Kyai Slamet menjadi hewan kesayangan raja dan pusaka keraton yang dihormati oleh rakyat.
Kebo Kyai Slamet memiliki banyak keistimewaan.
Selain bisa berbicara, ia juga bisa menyembuhkan penyakit dengan air liurnya.
Ia juga bisa memberikan petunjuk dan nasihat kepada Paku Buwono II dalam menghadapi masalah-masalah kerajaan.
Baca Juga: Kisah Amangkurat II, Raja Mataram Islam yang Terobsesi dengan Kekuasaan dan Kekayaan
Kebo Kyai Slamet juga menjadi lambang perlawanan Mataram Islam Surakarta terhadap Belanda.
Salah satu kisah heroik Kebo Kyai Slamet adalah ketika ia ikut serta dalam pertempuran melawan Belanda di Grobogan pada tahun 1743.
Dalam pertempuran itu, Kebo Kyai Slamet berhasil menewaskan banyak tentara Belanda dengan tanduknya yang tajam. Ia juga melindungi Paku Buwono II dari serangan musuh.
Namun, dalam pertempuran itu, Kebo Kyai Slamet juga terluka parah akibat tembakan meriam Belanda.
Ia pun meminta izin kepada Paku Buwono II untuk kembali ke gua tempat ia berasal.
Paku Buwono II merelakan Kebo Kyai Slamet pergi dengan harapan ia bisa sembuh dan kembali lagi.
Sayangnya, Kebo Kyai Slamet tidak pernah kembali lagi.
Paku Buwono II pun merasa kehilangan hewan kesayangannya itu.
Ia kemudian memerintahkan untuk mencari sapi-sapi putih lainnya yang mirip dengan Kebo Kyai Slamet untuk dijadikan pengganti.
Sapi-sapi putih itu kemudian disebut sebagai Kebo Bule.
Kebo Bule menjadi hewan yang dianggap keramat oleh Keraton Kasunanan Surakarta.
Hingga kini, Kebo Bule masih dipelihara dan dirawat oleh keraton.
Kebo Bule juga menjadi salah satu atraksi dalam kirab malam 1 Suro, sebuah tradisi untuk menyambut tahun baru Jawa.
Dalam kirab itu, Kebo Bule diarak bersama tongkat Kyai Slamet dan pusaka-pusaka keraton lainnya.