Intisari-online.com -Pada 30 Mei 1619, terjadi sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia.
Jayakarta, kota pelabuhan yang menjadi salah satu pusat perdagangan di Nusantara, direbut oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.
Kota itu lalu dibakar dan dibangun kembali dengan nama baru: Batavia.
Jayakarta sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kesultanan Banten, yang merupakan sekutu dari Kerajaan Inggris.
Kota itu menjadi incaran bagi Belanda, yang ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah itu.
Belanda, yang beroperasi melalui kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), telah mencoba beberapa kali untuk menyerang Jayakarta sejak tahun 1609, tetapi selalu gagal.
Jan Pieterszoon Coen adalah Gubernur Jenderal VOC yang keempat dan keenam.
Ia dikenal sebagai tokoh yang ambisius, keras, dan tanpa kompromi dalam menjalankan kepentingan VOC.
Kemudian juga dijuluki Mur Jangkung oleh penduduk Batavia karena tubuhnya yang tinggi dan kurus.
Coen menetapkan rencana untuk menaklukan Jayakarta setelah ia ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal pada pertengahan tahun 1618.
Ia membawa 18 kapal perang dan sekitar 1.000 tentara untuk mengepung kota itu.
Lalu juga mendapat bantuan dari beberapa penguasa lokal yang tidak puas dengan Banten, seperti Pangeran Jayawikarta dari Jayakarta dan Sultan Mataram dari Jawa Tengah.
Pada tanggal 30 Mei 1619, setelah beberapa bulan pengepungan dan pertempuran sengit, Coen berhasil mengalahkan pasukan Banten dan Inggris yang mempertahankan Jayakarta.
Ia kemudian membakar kota itu hingga rata dengan tanah dan memerintahkan pembangunan kota baru di atas puing-puingnya.
Coen memberi nama kota baru itu Batavia, yang berasal dari nama suku bangsa Belanda kuno yang disebut Batavi.
Bahkan juga menetapkan Batavia sebagai pusat pemerintahan VOC di Nusantara.
Dari kota ini, VOC mengendalikan perdagangan dan kekuasaan militer dan politiknya di wilayah itu.
Peristiwa penaklukan Jayakarta dan pendirian Batavia ini memiliki dampak besar bagi sejarah Indonesia.
Batavia menjadi cikal bakal Jakarta, ibu kota Indonesia saat ini.
Peristiwa ini juga menandai awal dari penjajahan Belanda di Indonesia, yang berlangsung selama lebih dari tiga abad.
Setelah mendirikan Batavia, Coen berusaha memperkuat posisi VOC di Nusantara dengan berbagai cara.
Ia menerapkan sistem monopoli perdagangan rempah-rempah, mengintervensi urusan politik kerajaan-kerajaan lokal, dan memecah belah musuh-musuhnya dengan politik adu domba.
Coen juga tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Salah satu contoh paling tragis adalah pembantaian orang-orang Banda pada tahun 1621.
Coen mengirim pasukan VOC untuk menyerang dan membunuh ribuan penduduk Banda yang menolak tunduk pada monopoli VOC.
Hanya sekitar 600 orang yang selamat dari pembantaian itu.
Coen juga menghadapi tantangan dari pihak lain yang ingin mengganggu kekuasaan VOC di Nusantara.
Pada tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung dari Mataram melancarkan serangan besar-besaran terhadap Batavia, tetapi gagal merebut kota itu.
Coen berhasil mempertahankan Batavia dengan bantuan pasukan dan persediaan dari Belanda.
Coen meninggal dunia pada tahun 1629 karena penyakit disentri.
Ia dimakamkan di Batavia dengan upacara kenegaraan yang megah.
Ia dianggap sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah VOC dan Indonesia.
Namun, ia juga menuai banyak kritik dan kontroversi karena kekejamannya terhadap penduduk asli Nusantara.