Surabaya Tumbang di Tangan Mataram Islam, Kisah Perang dan Racun di Sungai Brantas

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Strategi Mataram taklukkan Surabaya dengan racuni Sungai Brantas.
Ilustrasi - Strategi Mataram taklukkan Surabaya dengan racuni Sungai Brantas.

Intisari-online.com - Pada awal abad ke-17, Surabaya merupakan kota pelabuhan yang makmur dan perkasa di Jawa Timur.

Kota ini dipimpin oleh Adipati Jayalengkara, yang memiliki banyak sekutu di daerah tapal kuda timur, seperti Tuban, Pasuruan, Wirasaba, Lasem, Sukadana dan Madura.

Surabaya juga menjalin hubungan perdagangan dengan Malaka dan Maluku, yang merupakan pusat rempah-rempah yang bernilai tinggi.

Namun, keberhasilan Surabaya tidak bertahan lama.

Di pedalaman Jawa Tengah, berkembang sebuah kerajaan yang ingin menguasai seluruh pulau Jawa, yaitu Kesultanan Mataram Islam.

Kerajaan ini dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang merupakan putra dari Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati.

Sultan Agung bermimpi menyatukan pulau Jawa di bawah kekuasaannya, dan menyebarkan agama Islam sebagai agama resmi kerajaannya.

Pada tahun 1614 Masehi, Sultan Agung memulai kampanye militer untuk menundukkan Jawa Timur.

Ia menyerang beberapa wilayah yang menjadi sekutu Surabaya, seperti Wirasaba.

Surabaya dan sekutunya melawan balik, tetapi dikalahkan oleh pasukan Mataram di dekat Pajang pada tahun 1616.

Dalam beberapa tahun berikutnya, Mataram terus menyerbu wilayah-wilayah lain yang berada di bawah pengaruh Surabaya, seperti Lasem, Tuban, Lamongan dan Pasuruan.

Baca Juga: Mataram Islam Lahir Dari Pembangkangan Panembahan Senopati Kepada Kerajaan Pajang

Akhirnya, pada tahun 1620, kota Surabaya sendiri terkepung oleh Mataram dari darat dan laut.

Pengepungan Surabaya tidak mudah bagi Mataram.

Kota ini memiliki pertahanan yang kuat, baik dari tembok maupun meriam-meriam.

Selain itu, kota ini juga dikelilingi oleh cabang-cabang Sungai Brantas dan rawa-rawa, yang membentuk benteng alami dan menghambat gerak pasukan Mataram.

Surabaya juga masih bisa mendapatkan bantuan dari luar melalui jalur laut.

Oleh karena itu, Sultan Agung memerintahkan untuk memblokade pelabuhan Surabaya dan menghentikan pasokan makanan dan air bersih ke kota itu.

Salah satu strategi licik yang dilakukan oleh Mataram adalah meracuni aliran Sungai Brantas yang mengalir ke Surabaya.

Menurut beberapa sumber sejarah, Mataram memasukkan bangkai-bangkai binatang atau tanaman beracun ke sungai tersebut.

Sehingga airnya menjadi busuk dan berbahaya bagi kesehatan penduduk Surabaya.

Strategi ini berhasil membuat banyak orang Surabaya menderita penyakit dan kelaparan.

Setelah lima tahun pengepungan yang melelahkan, Surabaya akhirnya menyerah kepada Mataram pada tahun 1625.

Baca Juga: Gagal Serang VOC Di Batavia, Dipati Ukur Membangkang Kepada Mataram Islam, Dikejar 100 Ribu Pasukan Hingga Dihukum Mati

Adipati Jayalengkara ditawan dan dibawa ke ibu kota Mataram di Karta.

Anaknya, Pangeran Pekik, diangkat sebagai adipati baru Surabaya dengan syarat tunduk kepada Sultan Agung.

Dengan demikian, Mataram berhasil menyatukan Jawa Tengah dan Jawa Timur di bawah kekuasaannya, dan memperkokoh posisinya sebagai kekuatan dominan di pulau Jawa.

Artikel Terkait