Adatnya Dipakai Enzy saat Menikah, Suku Minangkabau Ternyata Jadi Penganut Matrilineal Usai Peristiwa Serangan Majapahit

Ade S

Editor

Suku Minangkabau, yang adatnya digunakan Enzy Storia saat menikah, memiliki sistem kekerabatan matrilineal. Ternyata ini terkait dengan Majapahit.
Suku Minangkabau, yang adatnya digunakan Enzy Storia saat menikah, memiliki sistem kekerabatan matrilineal. Ternyata ini terkait dengan Majapahit.

Intisari-Online.com -Enzy Storia resmi menikah dengan Maulana Kasetra atau yang akrab disapa Molen Kasetra pada hari ini, Sabtu (20/5/2023) di Hotel The Dharmawangsa Jakarta.

Kabar pernikahan itu disampaikan langsung oleh Enzy di akun Instagramnya.

Dilansir dari Tribunnews.com, pernikahan Enzy dan Molen ini digelar secara intimate di Nusantara Ballroom, The Dharmawangsa, Jakarta dan hanya dihadiri keluarga dan rekan terdekat.

Saat akad nikah, Enzy Storia menerima maskawin dari Maulana Kasetra berupa uang tunai senilai 205 US Dollar, Rp2.023, serta emas 8 gram.

Maskawin itu penanda hari pernikahan mereka.

Vincent Rompies dan mantan Menteri Luar Negeri RI yakni Hassan Wirajuda turut menjadi saksi pernikahan dari Enzy Storia dan Maulana Kasetra.

Salah satu hal menarik dari pernikahan keduanya adalah tentangadat Minangkabau yang digunakan sebagai tema pernikahan.

Sebuah adat yang kental dengan sistem kekerabatan matrilineal, tidak seperti sistem kekerabatan suku lain di Indonesia.

Namun, tahukah Anda sejarah dari sistem kekerabatan matrilineal yang dianut masyarakat Minangkabau?

Sejarah sistem kekerabatan matrilineal suku Minangkabau

Melansir kompas.com yang melansirartikel Nilai Filosofis Budaya Matrilineal di Minangkabau (Relevansinya Bagi Pengembangan Hak-Hak Perempuan di Indonesia) yang ditulis Iva Ariani dalam Jurnal Filsafat (Februari, 2015), sistem matrilineal dalam budaya suku Minangkabau telah ada sejak zaman nenek moyang.

Baca Juga: Inilah Fort de Kock, Benteng Pertahaan Belanda Untuk Melawan Rakyat Minang

Menurut cerita para tokoh Minangkabau yang disampaikan secara turun-temurun, hal ini berawal pada masa kepemimpinan Datuk Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang di Minangkabau.

Pada waktu itu, Adityawarman yang merupakan panglima perang kerajaan Majapahit ingin menyerang daerah ini karena tidak memiliki angkatan perang.

Kerajaan Minangkabau sendiri dikenal sebagai daerah yang damai dan menghindari peperangan.

Datuk Katumanggungan kemudian memutuskan untuk menyambut pasukan kerajaan Majapahit dengan keramahan.

Selain itu, Adityawarman juga dipinang dan dinikahkan dengan adiknya yang bernama Putri Jamilah.

Untuk menjaga agar keturunan Putri Jamilah tetap menjadi orang Minangkabau dan mendapatkan warisan kerajaan, maka ditetapkan adat Batali Bacambua yang mengubah struktur masyarakat Minangkabau.

Adat Batali Bacambua inilah yang mengubah aturan dari bapak mewariskan kepada anak menjadi harus diwariskan kepada kemenakan, serta suku yang semula didapat dari bapak, menjadi diturunkan dari pihak ibu.

Dengan aturan baru yaitu waris yang turun dari ibu dan bukan dari bapak, maka posisi Adityawarman hanya sebagai raja sementara di Kerajaan Minangkabau.

Adityawarman hanya akan menjabat hingga nanti lahir kemenakan dari keluarga adiknya, Putri Jamilah yang akan jadi pewaris tahta sejati.

Inilah cerita yang dipercaya oleh masyarakat Minangkabau sebagai asal-usul dari budaya matrilineal yang masih dianut hingga sekarang.

Baca Juga: Seperti Inilah Tradisi Pernikahan Suku Minang di Sumatera Barat, Salah Satunya Malam Bainai!

Artikel Terkait