Inilah Fort de Kock, Benteng Pertahaan Belanda Untuk Melawan Rakyat Minang

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Benteng Fort de Kock
Ilustrasi - Benteng Fort de Kock

Intisari-online.com - Pada masa pemerintahan Belanda banyak perlawanan terjadi di mana-mana.

Hal ini terbukti dari banyaknya benteng yang dibangun oleh Belanda di Indonesia.

Misalnya benteng Fort de Kock yang digunakan untuk pertahanan Belanda selama perang Padri.

Benteng ini menjadi saksi bisu perlawanan rakyat Minangkabau terhadap pemerintahan Belanda di Sumatera Barat.

Mengutip Kompas.com, benteng Fort de Kock merupakan tempat bersejarah di Indonesia.

Terletak di atas Bukit Jirek, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

Benteng ini didirikan oleh kapten Bouer tahun 1825, pada saat itu sedang terjadi perlawanan rakyat Minangkabau, yang dikenal dengan sebutan Perang Padri.

Benteng ini menggunakan nama Baron Hendrik Merkus de Kock.

Ia adalah komandang der Tropen dan wakil gubernur jenderal Hindia Belanda, yang saat itu bertugas di Bukittinggi.

Benteng tersebut kini telah mulai dipugar oleh pemerintah daerah, dan kini menjadi taman kota di Bukittinggi.

Awalnya benteng ini disebut sebagai tempat berbentuk bintang, dan disebut sebagai Strerrenschans.

Baca Juga: Dibangun Saudagar Kaya China Tahun 1900 Inilah Kisah Tjong A Fie Mansion

Kemudian Baron Hendrik Merkus de Kock mengubah namanya menjadi benteng Fort de Kock.

Pembangunan benteng ini digunakan sebagai basis pertahanan bagi lima desa adat disekitar bukit, dari Perang Padri.

Perang itu telah bergejolak di kawasan itu selama satu dekade.

Kemudian keberadaan benteng itu menjadi tanda bahwa Belanda telah menanamkan kekuasan di wilayah Bukittinggi.

Awalnya perang dipicu oleh konflik masyarakat adat dengan kaum muslim di wilayah itu.

Kelompok adat yang terdesak kemudian meminta bantuan pada Belanda, dan mereka meminta untuk membangun benteng di Bukit Jirek.

Namun, akhirnya berubah menjadi perlawanan rakyat Minangkabau terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Belanda berhasil membantu kelompok adat dan memenangkan perang dan mengambil 75 persen wilayah tersebut.

Setelah kemerdekaan kota tersebut berganti menjadi kota Bukittinggi.

Saat ini benteng tersebut fisiknnya sudah hancur, dan hanya tersisa pondasinya saja.

Belanda membangun benteng itu di atas bukit karena mereka bisa leluasa mengamati seluruh aktivitas yang terjadi di kawasan benteng itu.

Satu hal yang tersisa dari benteng itu adalah peninggalam meriam yang masih ada di sekeliling benteng.

Baca Juga: Apakah di Tempat Kalian Memiliki Tradisi Serupa Seperti Tradisi Sasi?

Kemudian pada bagian luarnya masih dibatasi oleh parit melingkat sedalam 1 meter dengan lebar 3 meter.

Benteng tersebut telah direnovasi pada tahun 2002 dan telah mengalami banyak perubahan.

Selain itu kawasan sekitar juga telah dipugar oleh pemerintah Bukittinggi, dan banyak tanaman rindang tumbuh di sekitar benteng.

Artikel Terkait