Sutawijaya kemudian mendirikan Kerajaan Mataram Islam dan menobatkan dirinya sebagai Panembahan Senopati.
Tumenggung Alap-alap tetap setia kepada Sutawijaya dan menjadi salah satu panglima perangnya.
Ia ikut berperang melawan kerajaan-kerajaan lain yang menentang Mataram, seperti Surabaya, Madura, Demak, dan Cirebon.
Bahkan ikut berperang melawan Belanda, yang mulai masuk ke Jawa pada akhir abad ke-16.
Belanda datang dengan dalih berdagang, tetapi sebenarnya berniat menguasai sumber daya alam dan politik di Jawa.
Salah satu peristiwa penting yang melibatkan Tumenggung Alap-alap adalah Pertempuran Grobogan pada 1594.
Saat itu, Belanda bersama sekutunya dari Surabaya dan Madura menyerang Mataram dari arah utara.
Tumenggung Alap-alap bersama pasukannya berhasil menghalau serangan musuh dengan gagah berani.
Namun, nasib Tumenggung Alap-alap berubah ketika Sutawijaya meninggal pada 1601 dan digantikan oleh putranya yang bernama Panembahan Seda Krapyak.
Raja baru ini ternyata tidak seberani dan setegas ayahnya. Ia lebih memilih berdamai dengan Belanda daripada melawan mereka.
Pada 1613, Panembahan Seda Krapyak membuat perjanjian dengan Belanda yang disebut Perjanjian Giyanti.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR