Intisari-online.com -Pada tahun 1613-1645, Kerajaan Mataram Islam dipimpin oleh Sultan Agung.
Beliau adalah raja yang memiliki cita-cita untuk menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaannya.
Namun, dalam mewujudkan cita-citanya itu, ia mengalami banyak hambatan dan perlawanan dari daerah-daerah yang tidak mau mengakui otoritasnya.
Salah satu daerah yang memberi perlawanan keras terhadap Mataram adalah Kadipaten Pati, yang dipimpin oleh Adipati Pragola II.
Adipati Pragola II adalah adik ipar Sultan Agung, karena ia menikahi Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar, adik kandung Sultan Agung.
Akan tetapi, ia tidak mau tunduk kepada Mataram dan menganggap Pati sebagai negara yang setara dengan Mataram.
Ia juga tidak mau menghadiri Pisowanan Agung, yaitu rapat tahunan antara Sultan Agung dan para bawahannya.
Hal ini menimbulkan kekesalan Sultan Agung, yang merasa dihina oleh adik iparnya sendiri.
Puncak dari perseteruan antara Mataram dan Pati adalah ketika Pati menyerang Jepara, salah satu daerah bawahan Mataram, karena sebuah konflik.
Patih Endranata, pejabat tinggi Mataram, melaporkan kepada Sultan Agung bahwa Pati akan memberontak dan bergabung dengan VOC, musuh bebuyutan Mataram.
Mendengar laporan ini, Sultan Agung memutuskan untuk menyerang Pati dari tiga arah: timur, selatan, dan barat.
Baca Juga: Bagaimana Proses Berdirinya Kerajaan Mataram Islam? Ini Penjelasannya
Sultan Agung mengerahkan ratusan ribu prajurit Mataram untuk menghancurkan Pati.
Ia menunjuk Tumenggung Alap-Alap sebagai senapati atau panglima perangnya.
Pasukan dari arah timur dipimpin oleh Adipati Martoloyo, yang membawa pasukan mancanegara (asing), dan berkemah di Pekuwon Juwana bagian timur.
Pasukan dari arah selatan dipimpin oleh Pangeran Madura, yang membawa pasukan Kedu, Begalan, dan Pamijen, dan berkemah di kaki Gunung Kendeng sekitar daerah Cengkalsewu sebelah selatan Pati.
Perang Pati berlangsung sengit dan berdarah-darah.
Adipati Pragola II bertahan dengan gigih bersama pasukannya di dalam benteng Pati.
Ia juga dibantu oleh beberapa kerabatnya yang masih setia kepadanya.
Namun, akhirnya ia tidak mampu menahan gempuran pasukan Mataram yang terus mendesaknya.
Dalam pertempuran terakhirnya, ia tewas ditusuk oleh tombak pusaka milik Tumenggung Alap-Alap.
Dengan demikian, Pati pun jatuh ke tangan Mataram.
Perang Pati adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam.
Perang ini menunjukkan kekuatan dan keberanian Sultan Agung dalam menghadapi pemberontakan dari daerah-daerah yang tidak mau tunduk kepadanya.
Perang ini juga menunjukkan kesedihan dan tragedi keluarga Sultan Agung, yang harus membunuh adik iparnya sendiri demi ambisi politiknya.
*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai