Intisari-Online.com -Bagi mereka yang memilih kawasan Puncak Bogor sebagai destinasi liburan Lebaran 2023, liburan kali ini mungkin tidak berjalan sesuai harapan.
Pasalnya, arus kendaraan yang menuju Puncak Bogor mengalami kemacetan total yang membuat perjalanan menjadi melelahkan dan menyebalkan.
Menariknya, jika saat ini Puncak dikenal sebagai tujuan wisata, menurut sejarahnya, kawasan ini justru muncul karena adanya wabah penyakit mengerikan.
Bagaimana itu bisa terjadi? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Macet Parah saat Libur Lebaran
Pada libur Lebaran 2023, arus kendaraan yang menuju kawasan Puncak Bogor mengalami kemacetan parah.
Polisi mencatat ada sebanyak 430.066 kendaraan yang memasuki kawasan tersebut selama masa libur Lebaran.
Jumlah ini meningkat 48,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kemacetan terjadi di beberapa titik, seperti Simpang Megamendung, Pasar Cisarua, Taman Safari, Gunung Mas, dan At-Ta'awun.
Bahkan, ada pengendara motor yang terjebak hingga 8 jam karena macet.
Baca Juga: Termasuk Festival Lopis Raksasa, Inilah Tradisi Syawalan di Pekalongan
Akibatnya, banyak pengendara yang menyerah dan memutuskan untuk kembali ke Jakarta atau mencari jalur alternatif.
Bermula dari Wabah Malaria
Lalu, bagaimana sejarah kawasan Puncak Bogor?
Menurut sejarawan Jakarta, JJ Rizal, kawasan Puncak bermula dari wabah penyakit malaria yang mengerikan di Kota Batavia (Jakarta) pada tahun 1733.
"Bermula dari tiga ratusan tahun lalu di tahun 1733, Kota Benteng yang dulu bernama Batavia mengalami wabah aneh berupa demam lalu mati mendadak yang kini dikenal dengan nama Malaria," ujar Rizal saat konferensi pers virtual Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Selasa (29/12/2020), seperti dilansir dari Gridoto.com.
Wabah ini membuat para elit Belanda meninggalkan kota dan mencari tempat peristirahatan di wilayah selatan yang lebih sejuk dan sehat.
Gubernur Jenderal Belanda keturunan Jerman, Baron Van Imhoff, adalah orang yang memprakarsai pembangunan resort di wilayah Bogor, termasuk rumah peristirahatan yang kini menjadi Istana Bogor.
"Di tengah ketidaktahuan penyakit ini, Van Imhoff mencari alternatif pengobatan dengan memindahkan rumah tinggal para elit dengan membangun rumah peristirahatan atau resort yang mengarah ke selatan Batavia karena alamnya semakin ke Selatan semakin baik ketimbang Batavia," tutur Rizal.
Kawasan Puncak Bogor kemudian berkembang menjadi tujuan wisata bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya.
"Sebagai keturunan Jerman, Van Imhoff mengimpor sistem pemulihan kesehatan alternatif dengan spa di lingkungan yang alami, sehat dan udaranya sangat baik di tempat yang sekarang kita kenal dengan Kawasan Puncak," ujar Rizal.
"Sementara udara di Batavia begitu bau busuk dan pengap saat Malaria mewabah."
Baca Juga: Apa Itu Syawalan? Makna dan Tradisi di Berbagai Wilayah di Indonesia
Pesona dan Tantangan Puncak Bogor
Kawasan Puncak Bogor memiliki pesona alam yang menawan, dengan pemandangan gunung, hutan, perkebunan teh, dan berbagai objek wisata seperti Taman Safari, Kebun Raya Cibodas, Taman Bunga Nusantara, dan lain-lain.
Selain itu, udara di Puncak Bogor juga lebih segar dan dingin daripada di Jakarta.
Namun, kawasan Puncak Bogor juga menghadapi tantangan dalam mengelola lalu lintas dan lingkungan.
Kemacetan sering terjadi di jalur utama maupun alternatif, terutama saat akhir pekan atau hari libur.
Selain itu, pembangunan yang tidak terkendali juga berpotensi merusak keseimbangan ekosistem dan sumber daya alam di Puncak Bogor.
Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, pengusaha, dan wisatawan untuk menjaga kelestarian dan kenyamanan kawasan Puncak Bogor sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Jawa Barat.
Baca Juga: Lebaran Ketupat, Tradisi Syawalan Masyarakat Jawa Timur, Ini Tanggalnya