Sudah Kantongi THR? Jangan Lupa Berterima Kasih pada Sosok Soekiman Wirjosandjojo Ya!

Ade S

Penulis

Soekiman Wirjosandjojo, sosok yang menginisiasi kebijakan THR
Soekiman Wirjosandjojo, sosok yang menginisiasi kebijakan THR

Intisari-Online.com -Salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu menjelang hari raya Idul Fitri, selain liburan dan berkumpul dari keluarga adalah adanya Tunjangan Hari Raya (THR).

THR sendiri merupakanpendapatan non-upah yang wajib dibayarkan pemberi kerja kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan di Indonesia.

Namun, tahukah Anda bahwa bisa saja THR tidak pernah ada di Indonesia jika tidak ada sosok bernamaSoekiman Wirjosandjojo?

Tanpa kebijakan yang diinisianya saat dipercaya oleh Presiden Soekarno, bisa saja kebijakan THR tidak pernah berlaku.

Lalu, bagaimana sejarahSoekiman Wirjosandjojo mencetuskan ide THR? Siapa juga sebenarnya sosokSoekiman Wirjosandjojo?

Awalnya hanya untuk PNS

Melansir Kabarburuh.com, tradisi memberikan THR pertama kali muncul pada zaman Presiden Soekarno.

Saat itu, kabinet yang dipimpin oleh Soekiman Wirjosandjojo.

Kabinet ini terbentuk pada tahun 1951 dan memiliki salah satu program untuk meningkatkan kesejahteraan Pamong Pradja yang sekarang disebut Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Awalnya, tunjangan ini hanya diberikan kepada pegawai pemerintah saja.

Baca Juga: THR Sudah Cair Belum? Begini 5 Cara Mengatur Uang THR Supaya Nggak Cuma Numpang Lewat

Tujuan dari tunjangan ini adalah untuk mendapatkan dukungan dari para PNS terhadap kabinet yang sedang berkuasa.

Ketika memberikan tunjangan, Kabinet Soekiman memberi uang sekitar Rp125 atau sekitar Rp1.100.000 juta saat ini hingga Rp200 atau sekitar Rp1.750.000 juta di akhir bulan Ramadan.

Selain uang, kabinet Soekiman juga memberi beras sebagai tunjangan lainnya.

Namun, kebijakan tunjangan yang hanya untuk PNS ini ditentang oleh kaum buruh. Mereka juga ingin nasib mereka diperhatikan oleh pemerintah.

Para buruh melakukan mogok kerja pada 13 Februari 1952 dengan menuntut agar pemerintah memberi tunjangan di setiap akhir bulan Ramadan.

Kebijakan dari Kabinet Soekiman ini dianggap tidak adil oleh para buruh. Karena hanya pegawai pemerintah yang mendapatkan tunjangan.

Padahal, pada masa itu, pegawai pemerintah Indonesia masih didominasi oleh para priyayi, ningrat, dan kalangan atas lainnya.

Tentu saja, para buruh merasa tidak setara karena mereka juga bekerja keras untuk perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara, tetapi mereka tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Diperluas di era Soeharto

Beruntung, kebijakan tunjangan dari kabinet Soekiman akhirnya menjadi awal mula bagi pemerintah Indonesia untuk menjadikannya anggaran rutin yang akan dikeluarkan negara.

Pada tahun 1994, pemerintah mengeluarkan aturan khusus tentang THR melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.

Baca Juga: ASN, TNI dan Polri Dijamin Hepi, Ini Bocoran Pencairan THR Lebaran 2023

Peraturan ini menjelaskan bahwa pengusaha harus memberikan THR kepada pekerja yang sudah bekerja minimal tiga bulan secara berturut-turut atau lebih. Besaran THR yang diberikan disesuaikan dengan lama kerja.

Pekerja yang sudah bekerja 12 bulan secara berturut-turut atau lebih mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji.

Sedangkan pekerja yang sudah bekerja tiga bulan secara berturut-turut, tetapi kurang dari 12 bulan mendapatkan THR secara proporsional dengan lama kerjanya, yaitu dengan rumus lama kerja/12 x 1 (satu) bulan gaji.

Pada tahun 2016, pemerintah merevisi peraturan tentang THR ini melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6/2016.

Peraturan baru ini menyatakan bahwa pekerja yang sudah bekerja minimal satu bulan berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya.

Selain itu, kewajiban pengusaha untuk memberikan THR tidak hanya berlaku untuk karyawan tetap, tetapi juga untuk karyawan kontrak.

Termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

SiapakahSoekiman?

Soekiman Wirosandjojo adalah seorang politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri pada 1951-1952.

Ia juga merupakan tokoh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).

Ia lahir di Sewu, Solo pada tahun 1898 dan menempuh pendidikan di ELS dan STOVIA (Sekolah Dokter) di Jakarta. Ia lulus dari Universitas Amsterdam jurusan kesehatan pada tahun 1927.

Baca Juga: Jangan Sampai THR Hanya Numpang Lewat, Ini Caranya Menjadi Smart Shopper saat Lebaran

Selama berada di Belanda, ia aktif dalam Perhimpunan Indonesia dan menjadi ketuanya pada tahun 1925. Ia juga mempelajari masalah sosial, politik dan kebudayaan.

Ia kembali ke Indonesia pada tahun 1926 dan membuka praktik dokter di Yogyakarta.

Soekiman juga bergabung dengan Partai Sarekat Islam (PSI) yang dipimpin oleh H O S Tjokroaminoto dan H Agus Salim. Ia menjadi bendahara partai selama enam tahun.

Ia bersama H Agus Salim mengubah PSI menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), partai politik tertua di Indonesia.

Pada tahun 1930, ia keluar dari PSII karena ada perselisihan dan mendirikan Partai Islam Indonesia (Parii) bersama Surjopranoto.

Partai ini hanya bertahan sampai tahun 1935.

Ia tidak menyerah dan pada tahun 1939, ia bersama Wiwoho menghidupkan kembali Parii dengan nama Partai Islam Indonesia (PH).

Partai ini bersifat terbuka dan banyak menerima anggota dari organisasi lain, seperti Muhammadiyah.

Ia juga terlibat dalam MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia), federasi pergerakan Islam di Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi anggota penting federasi itu.

Baca Juga: Heboh THR PNS Dipangkas Hingga Picu Petisi, Tahukah Anda, Tanpa Jasa Sosok Ini Pegawai Indonesia akan Gigit Jari Tiap Kali Lebaran Tiba

Artikel Terkait