Tahu Hidupnya di Ujung Tanduk Usai Gagal Penuhi Misi dari Mataram Islam, Bupati Priangan Ini Malah Bikin Sultan Agung 'Pusing'

Ade S

Editor

Buku tentang Dipati Ukur. Sosok yang memberontak terhadap Mataram Islam
Buku tentang Dipati Ukur. Sosok yang memberontak terhadap Mataram Islam

Intisari-Online.com -Dipati Ukur adalah seorang bangsawan penguasa Tatar Ukur pada abad ke-17. Tatar dalam bahasa Sunda berarti tanah atau wilayah. Sedangkan dipati adalah gelar bupati sebelum zaman kemerdekaan.

Dipati Ukur adalah Bupati Wedana Priangan yang pernah menyerang VOC di Batavia atas perintah Sultan Agung dari Kesultanan Mataram pada tahun 1628.

Sayangnya, serangan tersebut berakhir kegagalan dan hidup Dipati Ukur pun langsung di ujung tanduk: bakal dihukum mati oleh Sultan Agung.

Menyadari kondisinya tersebut, Dipati Ukur memilih melakukan hal yang tak lazim hingga membuat Sultan Agung 'kerepotan' selama 4 tahun.

Apakah tindakan tak lazim yang dimaksud? Simak ulasannya berikut ini.

Serangan ke Batavia

Sultan Agung adalah raja Mataram yang berambisi untuk mempersatukan seluruh Nusantara di bawah kekuasaannya.

Salah satu targetnya adalah VOC, sebuah perusahaan dagang Belanda yang memiliki benteng pertahanan di Batavia (sekarang Jakarta)

Sultan Agung mengirimkan pasukan besar yang dipimpin oleh Dipati Ukur untuk menyerbu Batavia pada tahun 1628.

Pasukan Dipati Ukur terdiri dari prajurit Mataram dan sekutu-sekutunya dari Banten, Cirebon, dan Priangan.

Baca Juga: Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Islam: Salah Satunya Bangsal Duda

Namun, serangan itu gagal karena VOC memiliki persenjataan yang lebih canggih dan pertahanan yang lebih kuat.

Pasukan Dipati Ukur mengalami banyak korban jiwa dan terpaksa mundur. Kegagalan ini membuat Sultan Agung sangat marah dan kecewa.

Ia mencopot jabatan Dipati Ukur dan memerintahkan untuk menangkap dan menghukum matinya.

Pemberontakan terhadap Mataram

Dipati Ukur tidak mau menyerah begitu saja. Ia sadar bahwa hidupnya sudah di ujung tanduk jika ia tetap tunduk kepada Mataram.

Ia pun memutuskan untuk melepaskan diri dari Mataram dan melakukan pemberontakan. Bersama pasukannya dia bersembunyi di Gunung Pongporang, sebuah gunung di wilayah Priangan.

Dipati Ukur berharap mendapat dukungan dari para umbul-umbul (kepala daerah) di Priangan.

Namun, empat umbul-umbul yang menjadi pengikutnya, yaitu umbul-umbul Sukakerta, Sindangkasih, Cihaurbeti, dan Indihiang Galunggung, menolak rencana pemberontakan itu.

Mereka khawatir akan mendapat murka dari Sultan Agung jika ikut memberontak. Mereka pun meninggalkan Gunung Pongporang dan melaporkan keberadaan Dipati Ukur kepada Sultan Agung.

Sultan Agung kemudian mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso untuk mencari dan menumpas pasukan Dipati Ukur.

Setelah beberapa kali bertempur, akhirnya Dipati Ukur tertangkap di Gunung Lumbung, sebuah gunung di dekat Cililin, Kabupaten Bandung Barat, pada tahun 1632.

Ia kemudian dibawa ke Mataram dan dihukum mati oleh Sultan Agung.

Baca Juga: Mengapa Kerajaan Mataram Islam Dibagi Dua Usai Perjanjian Giyanti? Semata karena Polah VOC?

Artikel Terkait