Intisari-Online.com -Ki Ageng Mangir atau Ki Ageng Mangir Wanabaya adalah seorang musuh sekaligus menantu Panembahan Senopati, raja Mataram yang pertama.
Panembahan Senopati bersikukuh untuk menaklukan Desa Mangir yang dipimpin oleh Ki Ageng Mangir karena unsur historis.
Sampai-sampai, sang raja rela menjadikan anaknya sendiri sebagai "umpan" untuk menaklukan Ki Ageng Mangir.
Lalu, siapa sebenarnya Ki Ageng Mangir? Bagaimana pula Panembahan Senopati menjadikan anaknya sendiri sebagai umpan?
Pemimpin Desa "Otonom'
Sebelum mengulas lebih dalam, perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa "Ki Ageng Mangir" adalah sebuah gelar yang diberikan kepada meraka yang menjadi pemimpin Desa Mangir.
Sosok yang akan banyak dibahas di sini adalah Ki Mangir IV yang memiliki nama asli Bagus Wanabaya.
Leluhurnya, Ki Ageng Mangir I dipercaya sebagai keturunan dari Brawijaya V, raha terakhir dari kerajaan Majapahit.
Garis keturunan ini pulalah yang disebutkan menjadi salah satu alasan Panembahan Senopati ingin menaklukan Desa Mangir.
Bagi sang Raja, memasukkan Desa Mangir ke dalam Mataram Islam sama dengan menaklukan kerajaan Majapahit.
Namun, keinginan tersebut pada akhirnya tak pernah bisa diwujudkan selam masih ada sosok Ki Ageng Mangir di sana.
Wanabaya sendiri digambarkan sebagai seorang pria berusia 23 tahun yang tak hanya gagah berani, tapi juga tampan dan sakti.
Bahkan, sebuah kisah menyebutkan bahwa Ki Ageng Mangir memiliki sebuah tombak sakti bernama Baru Klinthing.
Ki Ageng Mangir sendiringotot untuk mempertahankan Desa Mangir dari kekuasaan Kerajaan Mataram karena menganggap wilayah tersebut masih termasuk desa perdikan.
Dalam riwayat Kerajaan Majapahit, istilah desa perdikan mengacu pada sebuah desa yang bersifat otonom atau bebas dari campur tangan penguasa kerajaan.
Sebuah pendirian yang jelas bertolak belakang dengan tujuan besar dari Panembahan Senopati.
Perselisihan antara keduanya pun pada akhirnya menjelma dalam bentuk beberapa kali pertempuran yang tak kunjung usai.
Hingga akhirnya penasehat Mataram kala itu, Ki Juru Mertani menyarankan agar Panembahan Senopati mengubah strateginya.
Alasan sang penasehat sederhana, pertempuran yang terjadi yang tidak terlihat ujungnya tersebut hanya akan memakan banyak korban jiwa.
Muslihat dalam Diri Seorang Putri
Celah tipu muslihat kemudian mencuat kala Panembahan Senopati menyadari bahwa Ki Ageng Mangir masih membujang.
Baca Juga: Kisah Nyai Roro Kidul, Selir Legendaris Raja-raja Mataram, Benarkah Berasal dari Kerajaan Pajajaran?
Tanpa banyak pikir, Panembahan Senopati menyuruh putrinya, Retna Pembayun untuk menjadi mata-mata di Mangir dengan menyamar sebagai ledhek (penari seni Tayub).
Kecantikan Retna Pembayun yang kala itu menyamar menjadi Lara Kasihan terlalu mudah membuat Ki Ageng Mangir jatuh hati.
Dia pun tidak berpikir panjang untuk segera meminta Retna Pembayun sebagai istrinya.
Tanpa pernah tahu bahwa ada darah Panembahan Senopati mengalir di dalam tubuh wanita tersebut.
Singkat cerita, Retna Pembayun pun pada akhirnya benar-benar jatuh cinta pada musuh bebuyutan ayahnya tersebut.
Sebuah kondisi yang pada akhirnya membuat sang putri raja mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya, tepat saat dia sedang mengandung anak Ki Ageng Mangir.
Murka, marah, kecewa, sedih, bercampur aduk dalam diri Ki Ageng Mangir mengetahui fakta tersebut.
Namun, pengakuan tulus dari sang istri yang bersumpah bahwa dirinya telah benar-benar mencintai Ki Ageng Mangir kemudian memadamkan api amarah tersebut.
Bahkan, pengakuan tersebut pula yang membuat Ki Ageng Mangir sudi untuk bertemu dengan Panembahan Senopati.
Suami Retna Pembayun tersebut bak lupa bahwa sosok yang kini telah menjadi mertuanya tersebut menyimpan ambisi besar menaklukan Desa Mangir.
Lengah, Ki Ageng Mangir tewas tepat ketika bersujud di hadapan Panembahan Senopati.
Kepalanya dibenturkan ke lantai batu yang berada tepat di bawahnya.
Berdasarkan cerita yang beredar, jasad Ki Ageng Mangir dipotong menjadi dua bagian.
Satu bagian dimakamkan di dalam benteng makam dan bagian lainnya berada di luar makam Raja-Raja Mataram di Kotagede, Yogyakarta.
Tindakan ini dilakukan oleh Raja Mataram Panembahan Senopati yang masih menganggap Ki Ageng Mangir sebagai menantunya sekaligus musuh besarnya.