Mereka juga mendukung perjuangan Sultan Agung untuk melawan VOC yang ingin menguasai Nusantara. Kisah cinta mereka menjadi inspirasi bagi banyak orang hingga kini.
Namun, kebahagiaan Sultan Agung dan Lembayung tidak berlangsung lama.
Pada tahun 1628, Sultan Agung memimpin pasukan Mataram untuk menyerang Batavia, benteng VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.
Serangan ini gagal karena VOC memiliki persenjataan yang lebih canggih dan bantuan dari beberapa adipati Jawa yang berkhianat.
Sultan Agung tidak menyerah dan kembali menyerang Batavia pada tahun 1629.
Namun, serangan ini juga gagal karena terjadi wabah penyakit dan kelaparan di antara pasukan Mataram. Banyak prajurit dan rakyat Mataram yang tewas atau sakit.
Salah satu korban dari wabah ini adalah Lembayung. Ia ikut bersama Sultan Agung untuk mendampingi dan menyemangati suaminya. Namun, ia tertular penyakit yang tidak diketahui dan meninggal di tengah perjalanan pulang ke Mataram.
Sultan Agung sangat terpukul dan berduka atas kematian Lembayung. Ia merasa kehilangan sosok istri yang sangat dicintainya.
Ia pun menguburkan Lembayung dengan upacara yang megah dan mengabadikan namanya sebagai nama sebuah sungai, yaitu Sungai Lembayung.
Sultan Agung kemudian menikah lagi dengan Roro Untari, putri yang merupakan trah dari Sunan Kalijaga, salah satu wali Songo yang terkenal.
Pernikahan ini juga dilakukan untuk menguatkan hubungan antara Mataram dan Kalijaga. Namun, Sultan Agung tidak pernah melupakan Lembayung dan selalu merindukannya hingga akhir hayatnya.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan dimakamkan di Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Ia dianggap sebagai salah satu raja terbesar dan terbaik dalam sejarah Nusantara.
Ia juga dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan bangsa.
Catatan: Sosok lembayung hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Sebagian besar sejarawan menganggapnya sebagao sosok fiktif.
(Artikel ini dibuat dengan bantuan AI)
Baca Juga: Mataram Islam pun Bergelimang Darah, Berawal Karena Raja Dan Putra Mahkota Rebutan Wanita Yang Sama
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR