Mataram Islam pun Bergelimang Darah, Berawal Karena Raja Dan Putra Mahkota Rebutan Wanita Yang Sama

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Rara Oyi menjadi rebutan antara penguasa Mataram Islam Amangkurat I dan Sang Putra Mahkota. Akhirnya tragis.
Rara Oyi menjadi rebutan antara penguasa Mataram Islam Amangkurat I dan Sang Putra Mahkota. Akhirnya tragis.

Rara Oyi menjadi rebutan antara penguasa Mataram Islam Amangkurat I dan Sang Putra Mahkota. Akhirnya tragis.

Intisari-Online.com -Pernah dalam satu masa Mataram Islam banjir darah gegara rebutan wanita.

Kejadian terjadi ketika Amangkurat I memegang takhta.

Cerita bermula setelah Sultan Agung berhasil menaklukkan Surabaya, pesaing untuk menguasai pesisir utara.

Alih-alih mendapat hukuman, Adipati Surabaya Pangeran Pekik, justru mendapat perlakuan "istimewa" dari Raja Mataram.

Dia dikawinkan dengan adik Raja yang bernama Ratu Pandansari.

Keputusan ini diambil Sultan Agung karena Surabaya dirasa punya potensi besar untuk mendukung Mataram.

Selain menjadi kerabat keraton, Pangeran Pekik juga tetap menjadi adipati Surabaya.

Meski begitu, Pangeran Pekik harus tinggal di keraton, sementara yang menjalankan tugas keadipatian adalah waliknya, Ngabehi Mangunjaya.

Hubungan Mataram-Surabaya semakin erat ketika Putra Mahkota, kelak menjadi Amangkurat I, menikah dengan putri Pangeran Pekik.

Ketika Amangkurat I naik takhta, anak dari pernikahan dengan putri Pangeran Pekik diangkat jadi Putra Mahkota.

Putra Mahkota ini kebetulan tinggal bareng kakeknya, Pangeran Pekik.

Suatu ketika Amangkurat I kepengin punya selir baru, pilihan itu jatuh kepada Rara Oyi, putri Ngabehi Mangunjaya.

Namun karena Rara Oyi masih belum akil balik maka di Mataram ia dititipkan di rumah Ngabehi Wirareja dengan perintah agar kelak bila telah dewasa, Rara Oyi segera diserahkan ke istana.

Secara kebetulan Putera Mahkota singgah di kediaman Ngabehi Wirareja dan bertemu pandang dengan Rara Oyi.

Putra Mahkota jatuh cinta namun betapa sakit hatinya setelah mengetahui bahwa Rara Oyi adalah simpanan ayahandanya sendiri.

Sejak saat pertemuan itu Putra Mahkota selalu gering dan membuat bingung Pangeran Pekik.

Ketika sang kakek ini mengetahui sebab-sebab sakitnya sang cucu, ia segera mengambil tindakan tegas namun gegabah.

Rara Oyi diambilnya dan diserahkan untuk diperisteri Putra Mahkota.

Pada waktu Sunan mengetahui segala kejadian itu, jatuhlah putusannya yang mengerikan.

Pangeran Pekik beserta seluruh keluarganya yang terdiri dari 40 orang dibunuh.

Ngabehi Wirareja beserta anak isterinya diasingkan ke Ponorogo dan di tempat pembuangannya itu merekapun akhirnya dibunuh.

Putra Mahkota diperintahkan membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.

Sang Putra Mahkota ini kemudian memangku istrinya di hadapan Sunan dan menikam dada istrinya sampai tewas.

Selanjutnya Putra Mahkota diasingkan ke tempat lain.

Seluruh kompleks kediaman Pangeran Pekik, Ngabehi Wirareja dan Putera Mahkota dihancurkan dan dibakar serta harta bendanya dirampas.

Meskipun akhirnya Putra Mahkota memperoleh pengampunan dari Sunan dan dipanggil lagi ke Mataram, namun sukar kita membayangkan bahwa peristiwa pembantaian itu benar-benar pernah terjadi.

Begitulah, untuk pertama kalinya banjar darah terjadi di internal Mataram Islam.

Artikel Terkait