Benteng Kokoh dan Senjata Modern, Rahasia Surabaya Bertahan dari Serangan Mataram Islam

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Mataram Islam dan keraton Surabaya.
Ilustrasi - Mataram Islam dan keraton Surabaya.

Intisari-online.com - Surabaya adalah kota besar di Indonesia yang memiliki sejarah yang panjang dan menarik.

Kota ini menyimpan banyak kisah penting, salah satunya adalah perjuangan melawan Mataram Islam di bawah Sultan Agung.

Mataram Islam adalah kerajaan Islam yang menguasai Pulau Jawa antara abad ke-16 hingga abad ke-18.

Kerajaan ini mencapai masa keemasannya di bawah Sultan Agung, yang berhasil menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura.

Namun, ada satu wilayah yang tidak bisa ditundukkan oleh Mataram Islam, yaitu Surabaya.

Surabaya adalah kadipaten yang makmur dan kuat, yang memiliki wilayah luas dan pelabuhan strategis.

Surabaya juga memiliki hubungan baik dengan Dinasti Majapahit, trah Brawijaya, yang masih memiliki pengaruh di Jawa Timur.

Kemudian Surabaya mulai memberontak terhadap Mataram Islam setelah kematian Panembahan Senopati, pendiri kerajaan tersebut.

Bahkan Surabaya tidak mau tunduk kepada Pangeran Hanyakrawati, putra Senopati yang naik tahta.

Membuat Surabaya juga memperluas wilayahnya ke arah timur dan barat, sehingga mengganggu jalur perdagangan Mataram Islam.

Sultan Agung, yang menggantikan Hanyakrawati pada tahun 1613, merasa terancam oleh Surabaya.

Baca Juga: Kisah Pemberontakan Sabilillah, Perlawanan Rakyat Mataram Islam terhadap Penjajahan Jepang

Ia ingin menghapuskan sumber gangguan itu dan menguasai seluruh tanah Jawa.

Kemudian ia pun memerintahkan pasukannya untuk menyerang Surabaya.

Namun, serangan Mataram Islam tidak berhasil. Surabaya memiliki benteng kokoh dan senjata modern yang mampu menahan serbuan musuh.

Benteng Surabaya dikelilingi oleh parit yang dalam dan lebar, yang sulit untuk dilewati.

Benteng ini juga dilengkapi dengan meriam-meriam besar dan senjata api yang dibeli dari pedagang Eropa.

Selain itu, Surabaya juga memiliki pasukan yang berani dan tangguh.

Mereka tidak takut menghadapi Mataram Islam, bahkan berani melakukan serangan balasan.

Mereka juga mendapat bantuan dari sekutu-sekutunya, seperti Madura, Gresik, Tuban, Demak, dan lain-lain.

Perang antara Mataram Islam dan Surabaya berlangsung selama beberapa tahun.

Kedua belah pihak mengalami kerugian besar, baik dalam hal korban jiwa maupun materi.

Namun, tidak ada pihak yang mau menyerah atau berdamai.

Baca Juga: Mengenal Tuna Grahita Kondisi yang Dialami Raden Martapura, Raja Mataram Islam yang Berkuasa Hanya 24 Jam

Akhirnya, perang ini berakhir setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645.

Penerusnya, Amangkurat I, lebih memilih untuk berdamai dengan Surabaya.

Ia mengakui kekuasaan Adipati Surabaya atas wilayahnya dan memberikan beberapa konsesi dagang.

Dengan demikian, Surabaya berhasil mempertahankan kedaulatannya dari ancaman Mataram Islam.

Surabaya membuktikan bahwa ia adalah kota yang tangguh dan gigih dalam mempertahankan hak-haknya.

Surabaya juga menunjukkan bahwa ia memiliki benteng kokoh dan senjata modern yang menjadi rahasia kesuksesannya dalam bertahan dari serangan Mataram Islam.

*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai

Artikel Terkait